Selasa, 23 Desember 2014

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BAB I
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Belajar adalah suatu perbuatan yang di lakukan terus menerus sepanjang hidup manusia dan sesuatu yang harus di lakukan oleh setiap manusia, sehingga belajar adalah memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, Witherington dan Cronbach ( 1982 : 11 )
Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan  ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang di alami oleh siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri, Muhibbin Syah ( 1999 : 88 )
Teori Pembelajaran adalah cara-cara yang digunakan untuk memahami tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Dalam psikologi, teori belajar selalu dihubungkan dengan stimulus-respons dan teori-teori tingkah laku yang menjelaskan respons makhluk hidup dihubungkan dengan stimulus yang didapat dalam lingkungannya.
Belajar dapat diperoleh dari bebrapa sumber belajar diantaranya seperti guru, buku, radio, televisi, lingkungan, internet, teman sebaya, dll. Belajar berlangsung sepanjang hayat, bisa dilakukan di manapun dan kapanpun.
A.    TEORI BELAJAR MENURUT SKINNER
 Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Untuk lebih lengkapnya penulis akan membahas teori kondisioning operan pada bagian berikut ini.

SEJARAH TEORI KONDISIONING OPERAN MENURUT B.F. SKINNER
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat  pada pelaksanaan penelitian
Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti.
Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
KAJIAN TEORI KONDISIONING OPERAN MENURUT B.F. SKINNER
Kondisioning operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
·         Belajar itu adalah tingkah laku
·         Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
·         Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
·         Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Berikut perbandingan respons elisit dan tingkah laku operant.
Respons Elisit (Refleks)
Respons Emisi (Operants)
Ada kolerasi yang dapat diamati antara stimulus dan repons, renspons yang terpancing keluar terutama untuk menjaga kesejahteraan organisasi.
Ada respons bertindak mengnai lingkungan yang menimbulkan konsekuensi yang berpengaruh pada organisasi dan dengan demikian mengubah tingkah laku yang akan datang tidak berkorelasi dengan stimulus sebelumnya.
Di kondisikan dengan substitusi
Dikondisikan melalui konsekuensi respons yang memperbesar peluang.
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.    Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b.   Penguatan negatif,adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu  cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).
A. Penguatan positif
·         Perilaku
Murid mengajukan pertanyaan yang bagus
·         Konsekuensi
Guru menguji murid
·         Perilaku kedepan
Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan
B.  Penguatan negatif
·         Perilaku
Murid menyerahkan PR tepat waktu
·         Konsekuensi
Guru berhenti menegur murid
·         Perilaku kedepan
Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu
C.  Hukuman
·         Perilaku
Murid menyela guru
·         Konsekuensi
Guru mengajar murid langsung
·         Perilaku kedepan
Murid berhenti menyela guru

Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf). Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam "kontigensi terminal". Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara seksama.
Skinner menggambarkan praktek "tugas dan ujian" sebagai suatu contoh menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum.
Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
a.       Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.       Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d.      Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e.       Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f.       Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforce
g.      Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
                                                    
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·         Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
·         Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
APLIKASI SKINNER TERHADAP PEMBELAJARAN
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.       Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
b.      Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
c.       Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sistem modul.
d.      Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
e.       Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f.       Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
g.      Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
h.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
i.        Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
j.        Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
k.      Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping).
l.        Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
m.    Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
n.      Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MENURUT B.F. SKINNER
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
a.       Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya, hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan
b.      Kekurangan
Beberapa kelemahan  dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

B.     TEORI BELAJAR MENURUT CLARK LEONARD HULL
Sebagai langkah pertama dalam menyusun teorinya, Hull menyelesaikan ulasan mendalam terhadap riset-riset tentang belajar yang sudah ada. Kemudian ia berusaha meringkaskan temuannya tersebut dan mendeduksi konsekuensi yang dapat diuji berdasarkan ringkasan tersebut.
1.      Prinsip-prinsip utama teorinya:
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
2.      Dalam mempelajari hubungan S - R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O (organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output.
3.      Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organisme.
Hypothetical- deductive theory adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcementhabit, reaksi potensial, dan lain sebagainya. Teori Hull mengandung struktur postulat dan teorema yang logis mirip seperti geometri Euclid. Postulat itu adalah pernyataan umum tentang perilaku yang tidak dapat diverifikasi secara langsung meskipun teorema yang secara logis berasal dari postulat itu dapat diuji.

SIMBOL-SIMBOL DAN ISTILAH-ISTILAH MENURUT CLARK LEONARD HULL
D = drive (dorongan)
SH= habit strength (kekuatan kebiasaan)
SE= reaction potential (potensi reaksi) = SHR x D
IR = reactive inhibition (hambatan reaktif)
SIR = conditioned inhibition (hambatan yang dikondisikan)
S Ē= effective reaction potential = SHR x D- (IRSIR)
SO= oscillation effect (efek keguncangan)
SR = momentary effective reaction potential = SER – SO= [SHR x D – (IR + SIR)] – SOR
SLR = nilai SER harus lebih besar sebelum respons yang telah dipelajari dapat muncul
Sts = reaction time (waktu reaksi)
P = response probability (probabilitas respons)
n = trials to extinction (percobaan ke pelenyapan)
A = response amplitudo (amplitudo respons)
Extinction  = pelenyapan
Satified factor = faktor yang memuaskan
Drive reduction = pengurangan dorongan
Intervening variable = variable pengintervensi
Deductive theory  = teori (premis)-eksperimen-kesimpulan (teorema)
Reinforcement = penguatan
Habit = kebiasaan

PENJELASAN 16 POSTULAT TEORI BELAJAR MENURUT CLARK LEONARD HULL
Hull menjelaskan teorinya melalui 16 postulat, postulat itu adalah pernyataan umum mengenai perilaku, berasal dari teori yang dapat diuji, namun setelah menjadi postulat tidak dapat dibuktikan secara langsung. 16 postulat tersebut dibagi menjadi 6 kelompok besar diantaranya, sebagai berikut:
1.    Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku dan representasi neuralnya atau saraf
Postulat 1: Sensing the External Environment and the Stimulus Trace (Impuls saraf afferent dan bekas lanjutannya)
Hull mempostulatkan stimulus trace (jejak stimulus) dan mengubah rumusan S-R tradisional menjadi S-s-R dimana s adalah jejak stimulus. Menurut Hull, asosiasi ke pentingnya (interest) adalah antara cara s dan R. Pada akhirnya jejak stimulus menyebabkan reaksi neural efferent (motor) (r) yang menghasilkan respon tegas. Jadi kita punya S-s-r-R, di mana S adalah stimulasi eksternal, s adalah jejak stimulus, r adalah pengaktifan neuron motor, dan R adalah respon yang jelas.
Contohnya, pada saat kita merasa haus (haus = S), rasa haus tersebut disebabkan karena kita dehidrasi (dehidrasi = s), rasa dehidrasi tersebut mengaktifkan neuron motor ... kita (r), sehingga kita akan segera minum untuk menghilangkan dehidrasi tersebut (dehidrasi = R).
Stimulus luar  (haus karena naik turun tangga) (S)
Dehidrasi (s)
Saraf motorik (r)
Minum (R)





Input                                                                             Output
                                                  Proses Internal

Postulat 2: The Interaction Of Sensory Impulse. Interaksi Of Sensory Impulses (Interaksi saraf afferent)
Dalam postulat ini terjadi kesulitan dalam memprediksi  suatu perilaku, dimana hal ini disebapkan oleh dorongan sensori yang dapat mengakibatkan kompleksitas stimulasi pada tiap orang. Dimana seperti perilaku jarang  adalah  akibat dari satu stimulus saja. Stimuli sendiri membentuk beberapa interaksi yang mana hal itu akan menentukan bagaimana perilaku kita.  Dapat di tarik rumus:
Ø S 1 → S 1   
Ø S2  →  S2    
Ø S3  →  S3     →   → r → R
Ø S4  →  S4  
Ø S5  →  S5  
Hal di atas menunjukkan bahwa adanya interaksi dan penyatuan pada setiap stimuli.
Contohnya, Aldo adalah seorang anak yang pemalas, dia seringkali tidak mengerjakan tugas. Pada suatu hari ia mendapatkan teguran baik dari guru (S1). Kemudian ia berusaha belajar dengan temannya, ternyata ia bisa mengerjakan satu soal. Dan teman tersebut memotivasi dia (S2). Ketika di rumah dia juga dimarahi oleh ibunya karena nilainya yang buruk (S3), kemudian ia mulai berusaha untuk terus menyelesaikan tugas dari gurunya (R).
2.    Respon terhadap kebutuhan, hadiah, dan kekuatan kebiasaan
Postulat 3: Unlearned Behavior (perilaku yang tidak dipelajari)
Belajar hanya dibutuhkan jika mekanisme neural bawaan dan respons yang dihasilkannya gagal untuk memenuhi kebutuhan organisme. Sehingga selama respons bawaan bawaan atau respons yang telah dipelajari sudah efektif dalam memenuhi kebutuhan, tidak ada alasan untuk mempelajari respons baru.
Contohnya, mata kita terkena debu, maka otomatis kita akan berkedip bahkan sampai mengeluarkan air mata.
Postulat 4: Contiguity and Drive Reduction as Necessary Conditions for Learning (Hadiah dan kekuatan kebiasaan; kontiguitas dan reduksi dorongan sebagai kondisi-kondisi untuk belajar).
Jika satu stimulus diikuti dengan satu respon, yang pada gilirannya diikuti dengan penguatan (baik primer maupun sekunder), maka asosiasi antara stimulus dan respon akan menguat. Atau dapat dikatakan bahwa kebiasaan (habit) memberi respon terhadap stimulus itu akan menjadi lebih kuat. Hal ini diistilahkan oleh Hull sebagai habit strength (kekuatan kebiasaan [SHR]).
Kekuatan kebiasaan merupakan salah satu konsep Hull yang terpenting, di mana istilah ini mengacu pada kekuatan asosiasi antara stimulus dan respon. Hubungan antara SH dan jumlah pasangan S dan R yang diperkuat dideskripsikan melalui rumus berikut:
SH = 1-10-0.0305N
Keterangan :
N= jumlah dari pemasangan antara S dan R yang diperkuat
Rumus ini menghasilkan kurva belajar yang terakselerasi secara negatif, yang berarti bahwa pasangan yang lebih dahulu diperkuat memiliki lebih banyak efek ketimbang pasangan selanjutnya. Dalam kenyataannya, akan mencapai suatu titik dimana penambahan pasangan yang diperkuat tidak ada efeknya dalam proses belajar.
Contohnya, Nita merasakan gatal pada tangannya, ia pun menggaruki tanganya tersebut. setelah ia menggaruk tangannya ia merasa puas dan nyaman. Hal tersebut ia lakukan terus menerus jika mendapati rasa gatal. Kemudian pada suatu waktu ia merasakan gatal pada tangannya, karena ia tidak sempat untuk menggaruk tangannya  ia pun mencoba meniup tangannya tersebut dengan maksud agar rasa gatalnya dapat hilang, namun tiupan tersebut tidak membuatnya merasakan puas dan nyaman.
3.      Stimulus pengganti (ekuaivalen)
Postulat 5: stimulus generalization (generalisasi (penyamarataan))
Hull mengatakan bahwa kemampuan suatu stimulus untuk menimbulkan respons yang dikondisikan ditentukan oleh kemiripannya dengan stimulus yang digunakan selama training. Jadi sHr akan digeneralalisasikan dari satu stimulus ke stimulus lain sepanjang dua stimulus itu sama. Postulat ini juga mengindikasikan bahwa pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi proses belajar yang sekarang. Artinya, belajar yang pernah terjadi pada kondidi yang sama akan ditransfer ke situasi belajar yang baru. postulat ini pada dasarnya mendeskripsikan teori elemen identik dalam transfer training dari Thorndike.
Contohnya, ketika kita belajar statistika di kuliah maka akan lebih mudah karena dulu kita pernah belajar matematika di SMA.
4.      Dorongan-dorongan sebagai akitivator respon
Postulat 6: Stimuli Associated with Drives (Stimulus dorongan)
Definisi biologis dalam organisme akan mengahasilkan drive (dorongan D), dan setiap dorongan diasosiasikan dengan stimuli spesifik. Contohnya adalah rasa perut lapar yang mengiringi dorongan lapar, dan mulut kering, bibir kering, dan tenggorokan kering yang mengiringi dorongan haus. Adanya stimuli dorongan spesifik memungkinkan kita untuk mengajari hewan agar berperilaku tertentu di dalam satu keadaan dorongan dan berperilaku lain dalam keadaan dorongan lain.
Misalnya, hewan bisa diajari berbelok ke kanan dalam jalan berbentuk T apabila ia lapar dan berbelok kiri jika ia haus.
Postulat 7: (Potensi reaksi yang ditimbulkan oleh dorongan)
Potensi reaksi adalah hasil dari kebiasaan respon yang diperkuat pada satu situasi dan sebuah dorongan primer. Potensi reaksi dapat dilambangkan dengan SEdan kebiasaan dapat disimbolkan menjadi SHsedangkan dorongan disimbolkan menjadi D. Sehingga dapat dijadikan:
Potensi reaksi = SESHX D
Contohnya, pelari yang mendapatkan terus menerus penguatan sehingga menjadi terbiasa untuk berlari (SHR) dan dengan adanya sebuah dorongan dari diri pelari tersebut karena ingin tubuhnya sehat (D) maka akan muncul sebuah potensi reaksi.
5.      Faktor-faktor yang melawan respon-respon
Postulat 8: Responding Causes Fatigues, Which Operates Against the Elicitation of a Conditional Response (Pengekangan reaksi).
Respon membutuhkan kerja dan kerja dapat membuat kelelahan. Pada akhirnya kelelahan akan menghambat respon. Respon yang menghambat ini disebut dengan reactive inhibition (hambatan reaktif [IR]). Hambatan reaktif tersebut disebabkan oleh kelelahan karena aktivitas otot dan kegiatan dalam bertugas. Hambatan reaktif tersebut dapat hilang apabila aktivitas tersebut dihentikan.
Example, Ada seekor kucing yang sedang mengejar tikus untuk menjadi santapannya. Kucing tersebut terus mengejar sampai dia merasa kelelahan. Pada saat dia merasa kelelahan itulah kucing mengalami Idan berhenti mengejar tikus. Setelah kucing tersebut beristirahat, Iakan hilang dan kucing akan kembali mengejar tikus.
Hambatan reaktif juga berperan dalam reminiscence effect (efek kenangan). Efek kenangan adalah peningkatan kerja setelah berhentinya kegiatan.
Example, Adam sedang melakukan aktivitas olahraga dengan bermain skipping. Setelah mendapat lima kali loncatan, Adam mengalami IR karena dia merasa kelelahan dan memutuskan untuk beristirahat. Beberapa menit setelah beristirahat, Ihilang dan dia merasa kembali fit seperti tadi. Kemudian dia melanjutkan untuk bermain skipping dan dalam permainan skipping-nya yang kedua, dia bisa mencapai 10 kali loncatan.
Dari contoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja akan meningkat setelah istirahat karena pada saat beristirahat Imenghilang.
Postulat 9: The learned response of not responding (Pengekangan yang dikondisikan (diisyaratkan))
Didalam postulat ini menjelaskan bahwa kelemahan tidak akan memberikan respon untuk penguatan, mengingat bahwa termasuk pendorong negatif. Karenanya tidak memberi respon akan menyebapkan IR  menghilang, sehingga dapat mengurangi kelelahan. Ketika  tidak merespon dinamakan conditioned inhibition (SIR) (hambatan yang dikondisikan). Saat  IR maupun SIberoperasi melawan munculnya respons yang telah dipelajari dan karenanya merupakan pengurangan dari potensi reaksi (SER). Ketika IR dan SIdikurangkan dari SER, hasilnya adalah potensi reaksi efektif (SER).
Misalnya, pada saat kucing kelelahan mengejar tikus, maka ia akan berhenti dengan tidak melakukan respon. Pada saat ia tidak merespon itulah yang dinamakan hambatan atau pengekangan yang dikondisikan. Contoh pada manusia, ketika ada seseorang yang sedang berolahraga lari, kemudian ia merasa kelelahan dan ia akan berhenti (tidak akan merespon). Berhenti itulah yang disebut pengekangan yang dikondisikan. 
Potensi reaksi efektif = SER = SHR x D – (IRSIR)
Postulat 10: Factors Tending to Inhibit a Learned Response Change From Moment o Moment (merawat untuk menghalangi perubahan respon pembelajaran dari waktu ke waktu lainnya dan munculnya respons yang telah dipelajari/(Osilasi pengekangan))
Potensi penghambat itu dinamakan oscillation effect atau efek guncangan (SOR). Efek guncangan ini menjelaskan mengapa respons yang telah dipelajari mungkin muncul pada satu percobaan tapi tidak pada percobaan lain. Prediksi perilaku berdasarkan nilai SĒakan selalu dipengaruhi oleh nilai SOyang fluktuatif dan akan selalu bersifat probabilistik. Nilai SOR harus dikurangkan dari potensi reaksi efektif (SĒR), yang menciptakan momentary effective reaction potential (SR) (potensi reaksi efektif sementara).
SR = SĒR – SOR
= [SHR x D – (IR + SIR)] – SOR
Contohnya,  ketika seseorang yang berlari kemudian kelelahan dan ia berhenti maka akan muncul IR dan SIR. Dan akan menyebabkan potensi reaksi efektifDan potensi reaksi efektif orang tersebut akan dipengaruhi seberapa besar efek guncangannya. Ketika potensi IR dan SIR itu kecil maka potensi rekasi efektif akan besar. Potensi reaksi efektif yang besar akan dikurangi oleh efek guncangannya. Ketika efek guncangannya kecil. Dan potensi reaksi efektif yang besar akan dikurangi efek guncangan yang kecil, maka akan memunculkan nilai potensi reaksi efektif sementara yang besar.
6.      Bangkitnya respon
Postulat 11: Momentary Effective Reaction Potensial Must Ecced a Certain Value Before a Learned Response Can Occur (Reaksi ambang perangsang).
Respon yang telah dipelajari akan muncul jika SR lebih besar dari pada sLR (ambang reaksi). Atau dapat dikatakan potensi reaksi efektif yang sementara harus melampaui reaksi ambang perangsang sebelum stimulus membangkitkan reaksi.
Misalnya, potensi reaksi efektif sementara seorang pelari tersebut nilainya harus lebih besar dari nilai ambang reaksinya, sehingga akan memunculkan perilaku yang dipenlajari. Contoh, nilai ambang reaksinya adalah 1 maka nilai potensi reaksi efektif sementaranya harus lebih dari satu untuk memunculkan respon yang dipelajari.
Postulat 12: The probability that a learned response will be made is a combined function of sER, sOR and sLR (Kemungkinan reaksi diatas ambang perangsang).
Dalam tahap awal training, yakni setelah beberapa percobaan diperkuat  sER akan dekat dengan sLR sehingga karena efek dari sOR, respons yang terkondisikan akan muncul di beberapa percobaan tetapi tidak dipercobaan lainnya. Sebabnya adalah pada beberapa percobaan nilai sOR yang dikurangkan dari sER akan cukup besar untuk mereduksi  sER ke nilai dibawah sLR. Setelah training dilanjutkan maka pengurangan sOR dari sER akan mengurangi efek sebab nilai sER akan menjadi lebih besar ketimbang nilai sLR. Bahkan setelah banyak latihan, adalah mungkin bagi sOR mendapat nilai yang lebih besar, dan karenannya mencegah munculnya respons yang dikondisikan.
Misalnya, pada tahap awal training nilai sER seorang pelari akan dekat dengan sLR karena pengurangan efek guncangannya (sOR) tidak terlalu besar. Tapi ketika training dilanjutkan kembali pengurangan efek guncangan (sOR) dari potensi reaksi (sER) akan menyebabkan nilai (sER) lebih besar dari sLR sehingga respon yang telah dipelajari dapat muncul.
Postulat 13: latensi (keadaan diam atau berhenti)
Latensi (stR) adalah waktu antara presensi stimulus ke organisme dan respon yang dipelajarinya. Makin potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang makin pendek latensi response, artinya respon makin cepat timbul.
Contohnya, pada saat orang diam atau melamun tiba-tiba dihentak dari belakang (dikagetin) otomatis orang tersebut kaget (respon cepat timbul). Atau semakin besar SĒseorang pelari dari sLR maka waktu nya akan semakin pendek dan respon untuk berlari lagi akan muncul.
Postulat 14: Hambatan berhenti (ekstingsi)
Dalam postulat ini dijelaskan mengenai nilai SER yang menentukan jumlah respon yang tidak diperkuat lagi namun masih dibutuhkan sebelum terjadinya pelenyapan. Semakin besar nilai SEnya semakin besar pula jumlah respon yang tidak diperkuat sebelum terjadi pelenyapan. Hull menggunakan n untuk melambangkan jumlah respon yang tidak diperkuat sebelum terjadi pelenyapan.
Misalnya, ketika SEseorang pelari itu lebih besar maka akan lebih banyak jumlah respon yang tidak diperkuat sebelum terjadi pelenyapan (pelari itu berhenti berlari). Tidak memperkuat respon itu seperti dengan pelatihnya yang tidak memberikan semangat dan tidak ada hadiah ketika dia berhasil mencapai suatu putaran lapangan.
Postulat 15: The Amplitude Of a Conditioned Response Varies Directly With S(besarnya respon).
Juga sering disebut dengan istilah amplitudo respon. Respon yang dipejari terjadi secara bertingkat-tingkat, ketika terjadi bertingkat-tingkat maka akan langsung terkait dengan besarnya potensi reaksi efektif sementara. Hull menggunakan A untuk melambangkan amplitudo respons.
Misalnya, ketika Sseorang pelari besar maka nilai tersebut akan terkait dengan respon yang bertingkat-tingkat, dan akan menentukan amplitudo suatu respon.
Postulat 16: When Two or More incompatible response Tend to Be Elicited in the Same Situation, the One with the Greatest SR Will Occur (Respon-respon yang bertentangan).
Jika potensi-potensi reaksi kepada dua atau lebih respon-respon yang bertentangan terjadi dalam organisme pada waktu yang sama, maka hanya reaksi yang mempunyai potensi reaksi yang lebih besar akan terjadi responnya.
Misalnya, ketika seorang pelari menerima dua atau lebih respon yang berlawanan, maka hanya reaksi yang memiliki potensi reaksi yang lebih besar yang menyebabkan suatu respon tersebut terjadi
C.    TEORI BELAJAR MENURUT ROBERT GAGNE (1977-1985)
Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang menentukan apa yang akan dipelajari seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang.
Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara. Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
                                                             
PRINSIP PEMBELAJARAN ROBERT GAGNE
SISTEMATIKA ”DELAPAN TIPE BELAJAR”
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe belajar/hierarki belajar. Menurut Gagne, hierarki belajar harus disusun dari atas ke bawah atau top down (Orton dalam Fadjar, 2007). Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak hierarki belajar tersebut, diikuti kemampuan keterampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan di atasnya.
Menurut Gagne (Bell, 1978) tipe/hierarki belajar dijabarkan sebagai berikut :
1.      Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, dan stimulus tertentu berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selain timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
2.      Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor penguatan (reinforcement). Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur dan dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respon itu.
3.      Rantai atau Rangkaian Hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan “contiguity”. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining. Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan manipulasi dari peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri membutuhkan chaining. Ada dua karakteristik dari belajar S-R dan belajar rangkaian dalam pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat menyempurnakan rangkaian S-R apabila tidak menguasai salah satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan belajar S-R dan rangkaian difasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah laku yang diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat digunakan untuk meningkatkan belajar S-R, tetapi hal tersebut dapat berakibat negatif terhadap emosi, sikap, dan motivasi belajar.
4.      Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan hubungan dari dua atau lebih tindakan S-R verbal yang telah dipelajari sebelumnya.
Asosiasi verbal melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi verbal yang memerlukan penggunaan rangkaian mental intervening yang berupa kode dalam bentuk verbal, auditory atau gambar visual. Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik. Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental verbal “y ditentukan oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode fungsi dengan menggunakan simbol “y=f(x)” dan orang yang lain lagi mungkin menggunakan visualisasi diagram panah dari dua himpunan.
5.      Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)/ Membedakan
Discrimination learning atau belajar membedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak.
6.      Belajar Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek karena dalam karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum. Sebagai contoh, tahap pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon, sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui belajar asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan antara lingkaran dan objek lingkaran lain. Hal tersebut penting bagi siswa untuk menyatakan lingkaran dalam variasi yang luas. Situasi representatif sehingga mereka belajar untuk mengenal lingkaran. Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi lingkaran dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep lingkaran.
7.      Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan (Rule learning) adalah kemampuan untuk merespon sejumlah situasi (stimulus) dengan beberapa tindakan (respon). Kebanyakan belajar matematika adalah belajar aturan. Sebagai contoh, 5 x 6 = 6 x 5 dan 2 x 8 = 8 x 2; tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a.
Kondisi belajar aturan mulai dengan merinci perilaku yang diinginkan pada siswa. seorang siswa telah belajar aturan apabila dapat menerapkan aturan itu dengan tepat pada beberapa situasi yang berbeda. Robert Gagne (Bell, 1978) memberikan 5 tahap dalam mengajarkan aturan:
-          Tahap 1 : Menginformasikan pada siswa tentang bentuk perilaku yang diharapkan ketika belajar.
-          Tahap 2 : Bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan pemanggilan kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya yang menyusun konsep.
-          Tahap 3 : Menggunakan pernyataan verbal (petunjuk) yang akan mengarahkan siswa menyatakan aturan sebagai rangkaian konsep dalam urutan yang tepat.
-          Tahap 4 : Dengan bantuan pertanyaan, meminta siswa untuk “mendemonstrasikan” satu contoh nyata dari aturan.
-          Tahap 5: (bersifat pilihan, tapi berguna untuk pengajaran selanjutnya): dengan pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk membuat pernyataan verbal dari aturan.
8.      Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar lain, terutama penggunaan aturan yang disertai proses analisis dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses penalaran yang memerlukan waktu lama, tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang.
Pemecahan masalah biasanya melibatkan lima tahap:
a.       Menyatakan masalah dalam bentuk umum.
b.      Menyatakan kembali masalah dalam suatu defenisi operasional.
c.       Merumuskan hipotesis alternatif dan prosedur yang mungkin tepat untuk memecahkan masalah.
d.      Menguji hipotesis dan melaksanakan prosedur untuk memperoleh solusi.
e.       Menentukan solusi yang tepat.

SISTEMATIKA “LIMA JENIS BELAJAR”
Sistematika ini merupakan penyederhanaan sistematika delapan tipe belajar. Sistematika ini memperhatikan hasil belajar yang merupakan kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut melakukan sesuatu yang dapat memberikan prestasi.
1.      Informasi Verbal (Verbal Information)
Merupakan penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun lisan, misalnya pemberian nama terhadap suatu benda, definisi, dll. Informasi verbal meliputi “cap verbal” dan “data/fakta”. Cap verbal yaitu kata yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek yang dihadapi, misal ‘kursi’. Data/fakta adalah kenyataan yang diketahui, misal ‘Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta’. Informasi verbal dimulai sejak masa anak mulai belajar nama objek, hewan, dan peristiwa, berlanjut di sepanjang hayat saat orang belajar tentang dunia di sekitar mereka. Dua karakteristik esensial informasi verbal: (1) dapat diverbalisasikan (ditulis/dikatakan), dan (2) setidaknya beberapa kata memiliki makna bagi individual.
2.      Kemahiran Intelektual (Intellectual Skill)
Merupakan keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, abstrak, aturan, hukum, serta lambang/simbol (huruf, angka, kata, dan gambar). Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah. Kategori kemahiran intelektual terbagi lagi atas empat subkemampuan.
3.      Pengaturan Kegiatan Kognitif (Cognitive Strategy)
Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berpikir agar terjadi aktivitas yang efektif sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada proses pemikiran.
4.      Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Merupakan hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

5.      Sikap (Attitude)
Merupakan hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam individu yang memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu objek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan bertindak.

FASE-FASE BELAJAR
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 fase dalam proses belajar, yaitu:
1.      Fase Penerimaan (Apprehending Phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2.      Fase Penguasaan (Acquisition Phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3.      Fase Pengendapan (Storage Phase)
Sesuatu yang dimiliki, disimpan agar tidak hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4.      Fase Pengungkapan Kembali (Retrieval Phase)
Apa yang dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan, inilah yang disebut pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses belajar, sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar. Keempat fase belajar manusia ini telah disatukan menyerupai model sistem komputer, meskipun sedikit lebih kompleks dari pada yang ada pada manusia.

APLIKASI TEORI GAGNE DALAM PEMBELAJARAN
Aplikasi penerapan teori belajar Gagne erat kaitannya dengan fase belajar dan Sembilan peristiwa pembelajaran. Gagne menemukan teorinya bukan melalui suatu proses penemuan atau penerimaan seperti yang dilakukan oleh ahli lain, namun menurutnya yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah kualitas, penetapan (daya guna), dan kegunaan belajar.
Sembilan peristiwa pembelajaran ini merupakan contoh aktifitas-aktifitas belajar yang menurut Gagne perlu diterapkan dan dapat dijadikan menjadi model pembelajaran yang semata bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Karakteristik Pembelajar
a.       Perbedaan Individual
Metode mengompensasi perbedaan individu dalam pemberian pembelajaran antara lain adalah pembelajaran kelompok kecil, tutorial, belajar independent, dan sistem pembelajaran yang diindividualisasikan.
b.      Kesiapan
Kesiapan berkembang bukan berarti soal kedewasaan namun kesiapan seperti mencakup keterampilan yang lebih rendah dalam tipe belajar.
c.       Motivasi
Motivasi berperan penting dalam meningkatkan hasil belajar. Motivasi mempunyai hubungan yang sama pentingnya dengan penguatan. Penguatan merupakan sumber motivasi utama siswa (teori belajar Skinner).
D.    TEORI BELAJAR MENURUT EDWIN RAY GUTHRIE
Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of contiguity). Maksudnya adalah : “ kombinasi stimuli yang mengiringi gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiaannya berulang”. Jadi, jika pada situasi tertentu kita melakukan sesuatu, maka pada waktu lain dan situasinya sama kita akan cenderung melakukan hal yang sama juga.
Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan.
Pada publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie sempat merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, “apa- apa yang dilihat akan menjadi sinyal terhadap apa- apa yang dilakukan”. Alasannya karena terdapat berbagai macam stimuli yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu. Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari stimuli yang dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan respons.
1.      Stimuli yang Dihasilkan oleh Gerakan
Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagai hanya asosiasi antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh.Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon.Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus.Kita tetap bergerak karena ada stimuli dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.
2.      Mengapa Praktik latihan Meningkatkan Performa ?
Untuk menjawab pertanyaan ini,Guthrie membedakan antara act (tindakan) dengan movement (gerakan).Gerakan adalah kontraksi otot; tindakan terdiri dari berbagai macam gerakan. Tindakan biasanya didefinisikan dalam kondisiapa- apa yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik surat, makan pagi, dll.
Adapun untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar bertindak, yang berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia mengharuskan gerakan yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya. Bahkan menurut Guthrie, tindakan sederhana seperti memegang raket membutuhkan beberapa gerakan berbeda sesuai jarak dan arah posisi subjek itu.Untuk itulah diperlukan sebuah latihan, karena dengan menguasai sebuah tindakan tidak menjamin pada saat waktu, jarak, dan posisi yang berbeda tindakan itu masih dapat dilakukan.
3.      Sifat Penguatan
Apa yang menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie? Pada poin ini Gutrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu respons menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya.
Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning.Misalnya, dalam kotak teka teki, hal yang dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu tuas atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton mengatakan, menurut pendapat mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu sama, karena kucing itu menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena itu, tidak memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut.
4.      Eksperimen Guthrie-Horton
Guthrie & Horton (1946) secara cermat mengamati sekitar 800an tindak melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh kucing. Observasi ini dilaporkan dalam buku berjudul Cats in a Puzzle Box. Kotak yang digunakan sama dengan kotak yang dipakai Thorndike dalam percobaanya. Guthrie & Horton menggunakan banyak kucing sebagai subjek percobaan, tetapi mereka melihat setiap kucing belajar keluar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia keluar kotak. Karena respon cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka ini dinamakan perilaku stereotip.
Observasi ini memperkuat pendapat Guthrie bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang mencegah berhentinya proses belajar. Guthrie menyimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respon yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan oleh sebab itu mempertahankan respon di dalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya.
5.      Lupa
Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru.
Untuk menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut: Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A).
Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ektrim ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.
PENERAPAN TEORI  DALAM  MEMUTUSKAN KEBIASAAN
Kebiasaan adalah respon yang diasosiasikan dengan sejumlah besar stimulus.Semakin banyak stimuli yang menimbulkan respon, semakin kuat kebiasaan. Untuk memutus kebiasaan aturannya selalu sama, yaitu cari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan lakukan respon lain saat petunjuk itu muncul. Berikut ini metode-metode yang dinyatakan oleh Guthrie:
Ø  Metode Ambang: dengan memperkenalkan stimulus lemah yang tidak menimbulkan respon dan kemudian pelan-pelan menaikkan intensitas stimulus itu, tetapi selalu berhati-hati agar ia tetap berada di bawah “ambang batas” respon. Contoh memasang pelana kuda: mulai dengan selimut yang ringan, kemudian yang lebih berat, baru kemudian pelana kuda.
Ø  Metode Kelelahan: dengan mendorong stimulus secara terus menerus sampai respon yang diberikan berhenti atau tidak ada respon lagi. Contoh penjinakan dimana pelana dilempar ke punggung kuda kemudian penunggangnya menaikinya dan berusaha mengendarai kuda itu sampai kuda itu menyerah.
Ø  Metode Respon yang Tidak Sesuai: stimuli untuk respon yang tidak diinginkan disajikan bersama stimuli lain yang menghasilkan respon yang tidak sesuai dengan respon yang tidak diinginkan tersebut.Contoh seorang anak mendapat hadiah boneka panda namun reaksi pertamanya takut dan menghindar.Sebaliknya ibu si anak memberikan rasa kehangatan dan kenyamanan pada diri si anak. Dengan menggunakan metode respon yang tak kompatibel anda akan memasangkan ibu dan boneka panda diharapakkan ibu akan menjadi setimulus dominan. Jika ibu menjadi stimulus dominan, reaksi anak terhadap kombinasi ibu-boneka itu akan berupa relaksasi. Setelah reaksi relaksai muncul ketika ada boneka panda, maka boneka itu dapat dihadirkan sendirian dan akan muncul relaksasi dalam diri anak.
1.      Membelokkan Kebiasaan
Ada perbedaan antara memutus kebiasaan dengan membelokkan kebiasaan.Membelokkan kebiasaan dilakukan dengan menghindari petujnjuk yang menimbulkan perilaku yang tak diinginkan.Jika anda mengumpulkan sejumlah besar pola perilaku tak efektif atau menyebabkan kecemasan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah meningkatkan situasi itu.Guthrie menyarankan agar anda pergi kesuatu lingkungan baru yang memberi anda kesegaran baru karena anda tidak punya banyak asosiasi dengan lingkungan baru itu. Pergi kelingkungan baru akan membuat anda legah dan bisa mengembangkan pola perilaku yang baru. Tetapi ini hanyalah pelarian parsial karena banyak stimuli yang menyebabkan perilaku yang tak diinginkan adalah stimuli internal anda, dan anda karenanya akan membawa stimuli itu ke lingkungan yang baru. Juga stimuli dalam lingkungan baru yang identik atau mirip dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan respon yang sebelumnya di kaitkan dengannya.
2.      Hukuman
Guthrie mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu merespons stimuli tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap stimuli yang sama.
Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Misalnya, anda punya seekor anjing yang suka mengejar-ngejar mobil dan anda ingin menghentikan kebiasaannya.Gutrie menyarankan, anda mengendarai mobil dan biarkan anjing mengejarnya.Saat anjing berlari disisi mobil pelankan kendaraan anda dan tamparlah moncong si anjing. Maka anjing akan melompat kebelakang. Tapi kalau anda menampar pantatnya maka anjing itu akan berlari lebih kencang kedepan. Contoh lain seorang gadis berumur 10 tahun yang melemparkan topi dan jaketnya ke lantai setiap kali dia pulang ke rumah. Setiap kali melakukannya si ibu akan mengomelinya dan menyuruhnya menggantungkan baju dan jaket ke tempat gantungan. Tetapi kelakuannya terus berlanjut sampai seorang ibu menduga bahwa anaknya menunggu dahulu omelanya (yakni omelannya menjadi petunjuk) untuk menggantungkan baju dan jaketnya.Setelah menyadari ini, setiap kali si anak melempar baju dan jaketnya ke lantai ibu menyuruh si anak mengambilnya lagi dan menyuruhnya keluar rumah.Nah, setelah dia masuk kembali si ibu memerintahkannya segera menggatungkan baju dan jaketnya begiru dia masuk rumah.
3.      Dorongan
Drives (dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthriedisebut maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuliakan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah, dan karenanya mempertahankan respon terhadap makanan. Tetapi perlu ditekankan bahwa dorongan fisiologi ini hanya salah satu dari sumber stimuli yang mempertahankan.Setiap sumber stimuli yang terus berlangsung baik itu eksternal atau internal, menghasilkan stimuli yang mempertahankan.
Disini Guthrie kembali menjelaskan bahwa kebiasaan menggunakan alkohol dan narkoba dengan cara serupa. Misalnya, seorang merasakan ketegangan atau gelisah.Dalam kasus ini ketegangan dan kegelisahan itulah yang menjadi maintaining stimuli. Karenanya, ketika di lain waktu orang merasa tegang dan gelisah, dia akan cenderung minum lagi. Secara bertahap dorongan untuk memakai narkoba atau minuman keras akan muncul diberbagai situasi dan berubah menjadi kecanduan.
4.      Niat
Respons yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan intentions (niat).Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining stimuli dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang). 
Gambarannya, ketika seseorang lapar dan ada roti di dalam kantor, dia akan memakannya. Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan siang, dia akan berdiri dari kursi, mengenakan jaket, mencari restoran, dsb. Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak purposive atau intensional (diniatkan).
5.      Transfer Training
Gutrhrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas.
Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti,selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman, wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.
PENDAPAT DAN PENERAPAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISME GUTHRIE DALAM PENDIDIKAN
Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas).
Mengasosiasikan rangsangan dan respons secara tepat merupakan inti dari teori belajar yang dibangun oleh Guthrie. Untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar di kelas. Guthrie memberikan beberapa saran bagi guru :
1.      Guru harus dapat mengarahkan performa siswa akan menjadi apa ketika mempelajari sesuatu. Dengan kata lain, apakah stimuli yang ada dalam buku atau pelajaran yang menyebabkan siswa melakukan belajar.
2.      Oleh karena itu, jika siswa mencatat atau membaca buku secara sederhana mereka dapat mengingat lebih banyak informasi. Maka dalam hal ini buku akan menjadi stimuli yang dapat digunakan sebagai perangsang untuk menghafal pelajaran.
Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang secara langsung akan menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap peraturan kelas. Misalnya permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti oleh kegaduhan dalam kelas akan menjadi tanda (memunculkan stimuli) bagi munculnya perilaku distruptif.
E.     TEORI BELAJAR MENURUT IVAN PETROVICH PAVLOV
Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal yang dubious (sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung dan nyata).
Menurut Ivan Pavlov, aktivitas organisme dapat dibedakan atas :
1.       Aktivitas yang bersifat reflektif
Aktivitas organisme yang tidak disadari oleh organisme yang bersangkutan. Organisme membuat respons tanpa disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
2.      Aktivitas yang disadari
Aktivitas yang disadari merupakan aktivitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan. Ini merupakan respons atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi terhadap stimulus yang diterimanya. Ini berarti bahwa stimulus yang diterima oleh organisme itu sampai di pusat kesadaran dan barulah terjadi suatu respons. Dengan demikian maka jalan yang ditempuh oleh stimulus dan respons atas dasar kesadaran lebih panjang apabila dibandingkan dengan stimulus dan respons yang tidak disadari atau respons yang reflektif.
Menurut Pavlov, dua proses dasar yang mengatur semua aktifitas sistem saraf sentral adalah excitation (eksitasi) dan inhibition (hambatan). Pavlov berspekulasi bahwa setiap kejadian di lingkungan berhubungan dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami, ia cenderung menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Pola eksitasi dan hambatan yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut cortical mosaic (mosaik kortikal), pada satu momen akan menentukan bagaimana organisme merespons lingkungan.
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR CLASSICAL CONDITIONING DARI IVAN PAVLOV
a.       Diskriminasi
Diskriminasi berlaku apabila individu bertindak balas terhadap sesuatu rangsangan yang tertentu sahaja dan tidak pada rangsangan yang lain. Dalam kajian terhadap anjing, didapati anjing tersebut hanya bertindk balas apabila mendengar bunyi loceng sahaja, tetapi tidak pada bunyi selain daripada loceng
b.      Generalisasi
Generalisasi bermaksud rangsangan yang sama akan memberikan tindak balas yang sama. Sebagai contoh, Ali akan menjadi risau setiap kali ujian kimia akan diadakan. Ali juga risau satiap kali ujian biologi dijalankan kerana kedua subjek tersebut mempunyai perkaitan. Jadi kerisauan dalam subjek kimia telah digeneralisasikan kepada satu subjek lain iaitu biologi.
c.       Penghapusan
 Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim yang tidak disertai dengan rangsangan tidak terlazim. Dalam kajian Pavlov, bunyi loceng tidak disertakan dengan ransangan tidak terlazim (daging). Dalam hal ini, lama-kelamaan bunyi loceng tadi tidak akan merangsang anjing tersebut untuk mengeluarkan air liur. Tindak balas akhir akan terhapus.

 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI PAVLOV
Pada teori Pavlov, individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luas dirinya, hal ini sangat membantu dan memudahkan pendidik dalam dunia pendidikaan untuk melakukan pembelajran terhadap peserta didiknya. Hal ini merupakan kelebiahan dari teori Pavlov.
Sedangkan kekurangan teori ini adalah, jika kondisi ini dilakukan secara terus menerus, maka ditakutkan murid akan mamilki rasa ketergantungan atas stimulus yang berasal dari luar dirinya. Padahal seharusnya siswa didik atau anak harus memilki stimulusdari dalam dirinya sendiri (self motivation) dalam melakukan kegiatan belajar dan pemahaman yang diberikan oleh guru
EKSPERIMEN TEORI CLASSICAL CONDITIONING  DARI PAVLOV
Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing. Anjing mengeluarkan air liur apabila diperlihatkan makanan. air liur yang dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng dahulu sebelum makanan diberikan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya membunyikan lonceng saja saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang lonceng adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
APLIKASI TEORI CLASSICAL CONDITIONING DARI PAVLOV DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
a.       Suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya.
b.      Pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya. Ketika siswa dapat menjawab pertanyaan guru memberikan stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus respon atau reaksinya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan pentingnya pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement/penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.
Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
F.     TEORI BELAJAR MENURUT JOHN BROADUS WATSON
Pada tahun 1920 Watson dan asistennya Rosalie Rayner melakukan percobaan yang dinamai little Albert. Hal ini dikarenakan anak yang dijadikan eksperimen bernama Albert. Awal mulanya Watson memilih Albert sebagai 'kelinci percobaan' dikarenakan ibu Albert menerima tawaran uang yang diberikan oleh Watson dan hanya mempunyai pekerjaan menyusui Albert. Albert yang ketika itu berumur 9 bulan menjadi target yang cocok, dan ingin membuktikan bagaimana reaksi anak terhadap sesuatu yang belum pernah ia dapatkan (stimulus), dan objek yang digunakan adalah tikus putih.
Percobaan dimulai dengan menempatkan Albert di atas kasur di atas meja di tengah ruangan. Tikus putih ditempatkan di dekat Albert dan dia diperbolehkan untuk bermain dengan itu. Pada titik ini, anak tidak menunjukkan rasa takut terhadap tikus. Dia mulai menjangkau tikus karena berkeliaran di sekitarnya. Dalam uji selanjutnya, Watson dan Rayner membuat suara keras yaitu bunyi sebuah bar baja ditangguhkan dengan palu di belakang punggungnya Albert. Bunyi tersebut berbunyi pada saat bayi menyentuh tikus. Tidak mengherankan dalam kesempatan ini, Little Albert menangis dan menunjukkan rasa takut saat mendengar kebisingan. Ini adalah contoh 2 rangsangan yaitu suara dan menyentuh tikus. Beberapa hari kemudian, Albert kembali disajikan tikus tanpa suara. Albert menjadi sangat tertekan ketika tikus muncul di ruangan. Dia menangis, berpaling dari tikus, dan mencoba untuk menjauh. Ternyata, bayi laki-laki yang berhubungan dengan tikus putih (stimulus netral asli, stimulus terkondisi sekarang) dengan suara keras (stimulus berkondisi) dan menghasilkan respon takut atau emosional menangis (awalnya respon berkondisi terhadap kebisingan, sekarang respon terkondisi untuk tikus). 
Pandangan Utama Watson
Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned
Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer].
Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.
Konsep dan Teori J.B Watson
Teori conditioning dikembangkan oleh Watson (1970). Setelah mengadakan serangkaian eksperimen, ia menyimpulkan, bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus yang diterima. Menurut Watson, stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati(observable). Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu diketahui.
Menurut Watson, faktor-faktor yang tidak teramati tidak dapat menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Ia lebih memilih untuk untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun tetap mengakui bahwa semua hal itu penting. Dengan hal yang dapat diamati, menurut Watson akan dapat meramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada siswa.
Teori belajar S-R (stimulus – respon) disebut juga dengan koneksionisme menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, namun dalam perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik. Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum.  Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak. Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.
Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang gadis cantik dengan bikininya yang ketat. Dalam dunia aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan diupayakan terjadinya yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau pengajarnya bisa merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.
Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya.
Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu namanya penguatan positif. Contoh penguatan positif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus di sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan datang. Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpa penguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through reinforcemant).
G.    TEORI BELAJAR MENURUT JEAN PIAGET
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya. Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system - sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Menurut Jean Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan system syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan semakin meningkat. Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Konsep Teori J. Piaget
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu:
a.        Intelegensi.
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan secara ketat. Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis. Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
b.         Organisasi.
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
c.         Skema.
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
d.        Asimilasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
e.          Akomodasi.
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.
f.         Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
Implikasi teori kognitif terhadap pembelajaran menurut J. Pieget.
1.    Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.    Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.    Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.    Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.    Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1.    Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2.    Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.    Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4.    Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda
Implikasi Teori Piaget untuk Pendidikan
Para pendidik memandang bahwa teori piaget dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru dalam menusun struktur dan urutan mata pelajaran didalam kurikulum. Hunt mempraktekkan didalam program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan proeperasional misalnya saja belajar menggambar ,mengenal benda dan menghitung.
Seorang guru yang tidakng memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak ini akan cenderung menyulitkan siswa . contohnya mengajarkan konsep –konsep abstrak tentang shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD tanpa adanya usaha untuk mengkonkretkan konsep-konsep tersebut ,tidak hanya sia –sia tetapi justru akan lebih membingungkan siswa .
Tahap-tahap Perkembangan Kognitif menurut Piaget

Periode I




Periode II




Periode III 



Periode IV

Sensorik motorik (sejak lahir – 2 thn) dalam dua tahun pertama kehidupannya bayi dapat memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba, memegang, mengecap, mencium, mendengarkan, dan menggerakkan anggota tubuh.
Tahap pra-operasional (2-7 thn) anak selalu menganadalkan dirinya pada persepsinya tentang realitas sangatlah menonjol dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya.
Tahap Operasi  konkret (7-11 thn )  pada waktu ini pikiran logis anak mulai   berkembang dalam usahanya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada nformasi yang datang dari pancaindra.
Tahap Operasi formal (11 thn – dewasa)  sejaka tahap ini anak sudah amapu berfikir abstrak, yaitu berfikir mengenai ide mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah.


Piaget menjelaskan bahwa perkemabangan skema (skema development)  adalah universal dalam urutannya, artinya semua pembelajar diseluruh dunia memang harus melewati tahap sensori motor sampai kepada tahap operasional fromal. Perbedaan menurut piaget disebabkan oleh empat faktor yaitu:
a.       Kamtangan dari dalam
b.      Pengalaman idividual dalam lingkungan
c.       Transmisi sosial
d.      Pengarahan diri secara internal dan pengaturan diri.
Menurut Piaget belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan unutk melakkan eksperimen dengan objk fisik yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan banyak rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati, dan menemukan memungut berbagai hal dari lingkungan.
Menurut Piaget adanya informsi baru yang diporeleh dari lingkungan kemudian dicocokkan dengan skema pembelajar, hal ini menyebabkan disekuilibrium (ketidak seimbangan) pada struktur kognitif yang disebut konflik kognitif atau disonansi kognitif. Piaget menyatakan bahwa setiap organisasi yang ingin mengadakan adaptasidengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan, antara aktivitas individu terhadap lingkungan, dan aktivitas lingkungan terhadap individu, agar menjadi ekuilibrasi antara individu dengan lingkungan maka peristiwa asimilasi dan peristiwa akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer.


BAB II
BEHAVIORISME, KOGNITIF, KONSTRUKTIVISE

PENGERTIAN BELAJAR
      Setiap manusia dalam kehidupannya tentu melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar dapat dilakukan dimana saja, tidak harus di sekolah sebagai lembaga formal, melainkan bisa juga bersifat informal seperti lembaga-lembaga pendidikan ekstra di luar sekolah, berupa kursus, les privat, bimbingan studi, dan sebagainya. Selain itu, individu juga mengalami pembelajaran di masyarakat, atau di lingkungan dimana ia berinteraksi.
      Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Konsekuensinya, anak-anak yang dianggap pandai adalah anak-anak yang mampu menyebutkan kembali secara lisan sebagai informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru. Ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacam ini, maka kepandaian terlihat pada anak-anak yang memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu, walaupun jika mereka tidak memiliki pengetahuan mengenai arti, hakikat dan tjuan keterampilan tersebut. Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi-persepsi tersebut, marilah kita cermati beberapa definisi dari para ahli berikut:

1.      Belajar Menurut Para Ahli
Pengertian belajar menurut aliran Behaviorisme, yaitu Thorndike, Pavlov, Clark Hull, dan Skinner.
a.       Thorndike dengan teorinya Connecsionisme
Belajar adalah pembentukan asosiasi (hubungan) antara kesan panca indra dengan kecenderungan bertingkah laku. Belajar di sini di kenal dengan trial and eror learning dan mengikuti hukum-hukum tertentu, dan hukum-hukumnya yaitu ada hukum kesiapan, hukum pelatihan, dan hukum akibat.
b.      Pavlov dengan teorinya Classical Conditioning
Ajaran Pavlov adalah proses pembentukan tingkah laku, disebut pula proses persyaratan, artinya tingkah laku individu akan terbentuk dengan pengaturan lingkungan.

c.       Clark Hull dengan teorinya Systematic Behavior
Teori belajar dari Clark Hull berasal dari teori belajar Thorndike dan Clark  Hull mengakui pentingnya reinforcement (penguat) dalam proses belajar tingkah laku. Namun  Hull menambahkan dalam organisasi belajar terdapat banyak faktor penghalang yang dapat mempengaruhi respon dan sesuatu perangsang.
d.      B.F Skinner dengan teorinya Operant Conditioning
Tingkah laku merupakan hasil hubungan antara perangsang dan respon.

Pengertian belajar menurut aliran Kognitif, yaitu Albert, Jerome, dan David.
a.       Albert Bandura dengan teorinya Observational Learning
Belajar observasional yaitu melalui pembelajaran dengan pengamatan orang dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang mereka sendiri belum pernah mengalaminya. Bandura menganggap belajar observasi sebagai proses kognitif karena melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia, seperti bahasa, moralitas, pemikiran, dan regulasi diri perilaku.
b.      Jerome S Bruner dengan teorinya Discovery Learning
Belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan melakukan transformasi informasi secara aktif.
c.       David Ausubel dengan teorinya Reception Learning
Menurut david faktor yang paling penting dalam mempengaruhi belajar adalah apa yang dikeahui siswa. David menyampaikan satu alternatif model pengajaran yang disebut reception learning.

Pengertian belajar menurut aliran Konstruktivisme, yaitu Piaget dan Vygotsky.
a.       John Piaget
Piaget  yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan mempercepat pemahaman.
b.      Vygotsky
Pembelajaran melibatkan perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain. internalisasi ini disebut pengaturan diri atau self-regulation.



Pengertian belajar menurut aliran humanistik, yaitu Arthur Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
a.       Arthur Combs
Combs menyatakan bahwa untuk memahami perilaku oranng lain maka kita harus mencoba memahami dunia dari persepsi orang tersebut. Dari situlah kita dapat belajar untuk mengetahui perilaku orang lain.
b.      Abraham Maslow
Teori belajar Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri manusia terdapat dua hal, yaitu (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
c.       Carl Rogers
Belajar adalah menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk di tolak.

TUJUAN BELAJAR
Belajar merupakan kegiatan penting yanng harus dilakukan setiap orang secara maksimal untuk dapat mengusai atau memperoleh sesuatu. Belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.” Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Belajar adalah suatu usaha. Perubahan yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan sistematis dengan mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, serta dana, panca indra, otak, dan anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan intelegensi, bakat, motivasi, minat, dan sebagainya.
2.      Belajar bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku. Misalnya seorang anak kecil belum memasuki sekolah bertingkah laku manja, egois, cengeng, dan sebagainya. Kemudian setelah beberapa bulan masuk sekolah dasa, tingkah lakunya berubah menjadi anak yang tidak lagi cengeng, lebih mandiri, dan dapat bergaul dengan baik dengan teman-temannya. Hal ini menunjukkan bahwa anak tersebut telah belajar dari lingkungan yang baru.
3.      Belajar bertujuan mengubah kebiasaan, dari yang buruk menjadi baik. Contohnya mengubah kebiasaan merokok menjadi tidak merokok, menghilangkan ketergantungan pada minum-minum keras, atau mengubah kebiasaan anak yang sering keluyuran, dapat dilakukan dengan suatu proses belajar.
4.      Belajar bertujuan untuk mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak hormat menjadi hormat, benci menjadi sayang, dan sebagainya. Misalnya seorang remaja yang tadinya selalu bersikap menentang orang tuanya dapat diubah menjadi lebih hormat dan patuh pada orangtua.
5.      Belajar bertujuan untuk meningkatkan keterampilan atau kecakapan. Misalnya dalam hal olahraga, kesenian, jasa, teknik, pertanian, perikanan, pelayaran, dan sebagianya. Seorang yang terampil main bulu tangkis, bola, tinju, maupun cabang olahraga lainnya sebagian besar ditentukan oleh ketekunan belajar dan latihan yang sungguh-sungguh. Demikian pula halnya dengan keterampilan bermain gitar, piano, menari, melukis, bertukang, membuat barang-barang kerajinan, semua perlu usaha dengan belajar yang serius, rajin dan tekun.
6.      Belajar bertujuan untuk menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. Misalnya seorang anak yang awalnya tidak bisa membaca, emnulis, dan berhitung menjadi bisa karena belajar.
Dari uraian di atas dapat diketahui belajar adalah kegiatan manusia yang sangat penting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar manusia dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup. Dengan kata lain, dengan belajar manusia  dapat memperbaiki nasib, mencapai cita-cita, dan memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk berkarya.

CIRI-CIRI BELAJAR
Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut:
1.      Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu yang belajar akan mengalami perubahan sekurang-kurangnya individu telah merasakan terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Contohnya seorang anak yang mulai bisa menulis akan memiliki kebiasaan baru membuat coretan-coretan tulisan atau huruf-huruf yang ia pelajari.
2.      Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif
Belajar seharusnya membuat seseorang lebih baik ataulebih cakap dalam bekerja. Contohnya jika seseorang belajar komputer, lama kelamaan ia akan semakin mahir dalam menggunakan komputer, misalnya dengan mengetik lebih cepta dan lebih sedikit membuat kesalahan. Perubahan-perubahan itu bertujuan memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak atau semakin intensif usaha belajar itu dilakukan maka akan semakin baik perubahan yang diperoleh.
3.      Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. Misalnya serang anak yang belajar menulis, awalnya hanya mengenal huruf atau abjad, kemudian berkembang menjadi kata, selanjutnya akan berkembang lagi menjadi kalimat, hingga kahirnya ia dapat membuat sebuah karangan. Kemudian kemampuan tersebut masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan usaha belajar yang dilakukan oleh individu tersebut.
4.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Ilmu pengetahuan yanng kita peroleh relatif akan selalu melekat dalam ingatan kita, meskipun pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman. Misalnya jika mula-mula tidak bisa naik sepeda, setelah belajar maka kita bisa naik sepeda, dan hasil dari belajar itu umumnya adalah permanen.
5.      Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi disebkan adanya tujuan yang akan dicapai. Perubahan dalam belajar terarah pada perubahan tingkah laku, yang benar-benar bisa disadari. Contohnya belajar menjahit akan terlihat hasilnya misalnya pada hasil jahitan yang semakin rapi.
6.      Perubahan mencakup seluruh tingkah laku
Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku individu. Misalnya perbuatan, perkataan, sikap, dan kebiasaan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, kita melihat bahwa definisi belajar cenderung menitikberatkan pada usaha tiap individu yang seringkali berkaitan dengan ketekunan, keteguhan hati, dan intensitas belajar itu sendiri.

TEORI-TEORI BELAJAR
Beberapa teori belajar yang akan kita pelajari terbagi dalam beberapa aliran. Aliran-aliran ini berbeda dalam hal penekanan yang diberikan dalam proses belajar. Terdapat tiga aliran besar dalam teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitif, dan humanistisk. Berikut kita akan melihat satu persatu aliran tersebut.


A.    BEHAVIORISME
Aliran behaviorisme menekankan pada perubahan perilaku yang tampak sebagai indikator terjadinya proses belajar. Menurut behavorisme, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan mengendalikan perilaku dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Kajian dalam teori ini adalah benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulasi) dan gerak balas (respon). Misalnya untuk mengubah suasana kelas yang biasanya pasif ketika diberi pertanyaan, maka seorang pendidik atau guru harus mengubah atau memodifikasi stimulusnya; misalnya dengan memberikan hadiah bagi yang bisa menjawab. Pemberian hadiah diharapkan dapat menjadi stimulus yang dapat memunculkan respon yang diharapkan; yaitu meningkatnya keaktifan siswa di kelas.
Berikut ini marilah kita cermati satu persatu beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme ini.
teori pavlov
Teori Pavlov merupakan salah satu bentuk belajar responden. Dalam belajar semacam ini suatu respon dikeluarkan suatu stimulus yang telah dikenal. Dalam teori ini, Pavlov melakukan suatu eksperimen dengan mempelajari proses pencernaan pada anjing. Selama penelitian mengamati perubahan waktu dan tingkat kecepatan pengeluaran air liur dari binatang (anjing) tersebut.
Seekor anjing diberi serbuk daging dan ketika makan keluar air liurnya. Serbuk daging disebut stimulus tidak terkondisi (US) dan tindakan mengeluarkan air liur disebut respon tidak terkondisi (UR). Terjadinya respon terhadap penyajian stimulus ini tidak merupakan belajar tetapi terjadi secara instingtif.
Sekarang lampu kita hidupkan di tempat anjinng itu, menghidupkan lampu mempunyai efek yang minimal terhadap keluarnya air liur. Kemudian kita menyalakan lampu tepat sebelum memberikan serbuk daging itu pada anjing (US). Jika hal ini kita lakukan beberapa kali dan kemudian pada suatu percobaan tanpa memberikan serbuk daging. Kita lihat timbulnya repon mengeluarkan air liur. Cahaya yanng sebelumnya merupakan stimulus yang netral sekarang menjadi stimulus terkondisi/conditioned stimulus (CS) dan respon yang ditimbulkan disebut respon terkondisi/conditioned respon (CR).
      Diagram Teori Belajar Pavlov, sebagai berikut:
1)      S                                              R tidak dipelajari
Makanan                           Saliva
2)      S1                                            Tidak keluar saliva
Bunyi Bel                          S1 bersifat netral
3)      S1 + S                                     R belum terjadi belajar
4)      S1 + S                                     R
Diulang-ulang
5)      S1                                            R = (CR)


Makna belajar telah terjadi perubahan tingkah laku , jadi telah terjadi proses belajar. Anjing tahu bahwa sinyal tertentu sebagai tanda hadirnya makanandan reflek air liur anjing timbul (Keluar saliva anjing tadi). Penjajaran S dan S1 paling baik berjarak setengah detik.
Sekarang, marilah kita lihata penerapan teori Pavlov dalam pembelajaran. Seorang siswa bernama maya pertama kali masuk sekolah guru menerimanya dengan senyuman dan pujian. Belum dua minggu berlalu Maya minta diantarkan ke sekolah lebih pagi sambil berkata pada ibunya bahwa ia akan menjadi guru jika besar nanti. Dari fragmen di atas melukiskan adanya belajar responden dimana senyum dan pujian guru dapat ditafsirkan sebagai stimulus tidak terkondisi. Tindakan guru ini menimbulkan sesuatu dalam diri Maya yaitu suatu perasaan yang menyenangkan yang dapat ditafsirkan sebagai respon tak terkondisi guru dan sekolah yang sebelumnya netral, yaitu stimulus terkondisi, terasosiasi dengan stimulus tak terkondisi dan segera menimbulkan perasaan menyenangkan yang sama.
Dalam situasi yang dikemukakan diatas perilaku berubah sebagai hasil suatu pengalaman. Jadi situasi ini sesuai dengan definisi belajar yang sederhana yang telah dikemukakan terdahulu. Sumbangan Pavlov yang lain dalam belajar adalah teori refleksi bersyarat yang banyak dicoba pada beberapa anak dan fungsinya adalah sebagai berikut:
Ø  Membentuk kebiasaan pada anak agar selalu membiasakan kebersihan, kerapian, kesehatan, kejujuran, dan sebagainya. Pembiasaan itu mudah dan lebih baik dilakukan sejak masih dini, sebab pembiasaan pada anak dewasa lebih sukar, sebab setelah dewasa kebiasaan akan terbentuk dan akan sukar dihapuskan bahkan sering diannggap kodrat.
Ø  Untuk menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan mengurangi rasa takut pada anak-anak. Misalnya anak kecil yang biasanya bangun pagi terlambat/kesiangan dapat dihapus dengan bangun pagi pada jam 05.30.
Ø  Teori persyaratan dapat membentuk sikap-sikap baik terhadap aktivitas belajar pada siswa.
Ø  Teori persyaratan dapat juga dipakai dalam psikoterapi, misalnya untuk menghilangkan rasa takut, malu, penyesuaian yang salah, agresif, tamak dan lain sebagainya.

teori thorndike
Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan maslaah (problem solving). Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Sebagai percobaannya, dengan seekor kucing sebagai subjek percobaannya, lapar sebagai motif, makanan rangsangannya dan keluar kurungan sebagai masalahnya.
Seekor kucing dimasukkan dan dibiarkan lapar tidak diberi makanan sampai beberapa hari. Sementara itu pintu keluar dari kurungan sampai dikunci dengan suatu alat sedemikian rupa sehingga apabila tali pengunci ditarik pintu dapat terbuka. Makanan diletakkan di luar kurungan dimana kucing yang lapar terpaksa harus belajar untuk keluar dengan menarik tali pengikat kunci sehingga mendapat makanan. Dengan bermacam-macam perbuatan akhirnya suatu ketika tali pengikat kunci ditarik sehingga pintu terbuka dan larilah kucing tersebt keluar untuk mendapatkan makanan. Percobaan ini dilakukan berulang-ulang dan ternyata semakin dicoba berulang kali semakin pendek jarak waktu antara peberian masalah dengan pemecahannya.
Diagram Teori Belajar Thorndike, sebagai berikut:
·      Kucing dalam sangkar melihat S berupa daging sebagai hadiah
·      R1, R2, .... R7 adalah si kucing yang mencoba keluar sangkar untuk menerkam daging S tapi gagal.
·      Rn menginjak grendel pintu sangkar secara tidak sengaja maka pintu terbuka dan kucing keluar mencapai S berupa daging dan dimakannya.
Atas dasar percobaan diatasThorndike mengemukakan beberapa hukum belajar. Thorndike membedakan ada 3 hukum pokok dan 6 hukum tambahan. Adapun 3 hukum pokok tersebut antara lain sebagai berikut:
1.    Hukum Kesiapan
Disini ada 3 macam keadaan yang menunjukkan perlakuan Hukum Kesiapan, yaitu:
a.       Apabila pada individu/seseorangada tendensi atau kecenderungan bertindak maka melakukan tindakan tersebut akan menimbulkan kesiapan dan menyebabkan individu tadi tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang lain.
b.      Apabila pada individu ada tendensi bergerak tetapi tidak melakukan tindakan tersebut maka akan menimbulkan rasa tidak puas. Oleh karena itu individu tadi akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasaan tadi.
c.       Apabila individu tidak ada tendensi bertindak, maka melakukan tindakan akan menimbulkan ketidakpuasan. Oleh karena itu individu melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengeliminasi atau menghapus ketidakpuasan tadi.
Implikasi Hukum kesiapan dalam pendidikan adalah :
a.       Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang, dan sebaginya.
b.      Penggunaan tes bakat sangat membantu untuk menyallurkan bakat anak. Sebab mendidik sesuai dengan bakatnya akan lebih lancar dibandingkan dengan bila tidak berbakat.
                                     
2.    Hukum Latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Kurang latihan akan makin melemahkan hubungan S-R. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repitio est mater studiorum atau practice makes perfect. Penggunaan hukum latihan dalam proses belajar mengajar adalah prinsip ulangan, misalnya:
a. Memberi keterampilan kepda para siswa agar sering atau makin banyak menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.
b. Diadakan latihan resitasi dari bahan-bahan yang dipelajari.
c. Diadakan ulangan-ulangan yang teratur dan bahkan dengan ulangan yang ketat atau system drill, ini akan memperkuat hubungan S-R.

3.    Hukum Efek/Akibat
 Hukum efek atau akibat merujuk pada makin kuat atau lemahnya hubungan S-R sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Rumusan tingkat hukum efek adalah bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulang, sebaliknya suatu tindakan yang tidak menyenangkan cenderung untuk ditinggalkan dan tidak diulangi lagi. Jadi hukum efek menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
Implikasi hukum efek dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a.    Buatlah pengalaman, situasi kelas atau kampus sedemikian rupa sehingga menyenangkan bagi para siswa atau mahasiswa, guru, maupun karyawan sekolah. penghuni sekolah merasa puas, aman, dan mereka senang pada tugasnya masing-masing.
b.    Buatlah bahan-bahan pengajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga lebih dapat diterima dan dimengerti.
c.    Tugas-tugas sekolah diatur dengan tahap-tahap kesukarannya sehingga para siswa dapat maju tanpa mengalami kegagalan .
d.   Bahan-bahan pelajaran dan metode pengajaran diberikan dengan variasi agar pengalaman-pengalaman belajar mengajar menjadi segar dan menyenangkan, tidak menjemukan.
e.    Bimbingan, pemberian hadiah, pujian bahkan bila perlu hukuman tentulah akan dapat memberi motivasi proses belajar mengajar.

teori skinner
B.F. Skinner adalah tokoh behviorisme yang mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan Operant Conditioning. Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, kesadaran, maupun ketidaksadaran, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Bagi Skinner, perkembangan adalah perilaku, sehingga untuk mempelajari perkembangan atau perubahan individu cukup dengan melihat pada perubahan tingkah lakunya saja.
Pengkondisian operan adalah suatu bentuk behaviorisme deskriptif, yang berusaha menegakkan hukum tingkah laku melalui studi mengenai balajar secara operan. Belajar secara operan itu sendiri dapat diartikan sebagai belajar dengan menggunakan konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku, sehingga jelaslahbahwa Skinner memandang reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Penemuan Skinner ini menekankan pada hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya. Contoh, apabila tingkah laku individu segera diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan (mendapat pujian, hadiah, dll) maka individu akan menggunakan atau mengulangi tingkah laku itu lagi sesering mungkin.
Apabila konsekuensi menyenangkan akan memperkuat tingkah laku, maka konsekuensinya yang tidak menyenangkan akan mempeelemah tingkah laku. Adapun pembentukan tingkah laku dalam operan conditioning antara lain sebagai berikut:
1.    Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcement bagi tingkah laku yanng dibentuk itu.
2.    Melakukan analisis untuk mengidentifikasi aspek-aspe kecil yang membentuk tingkah laku yang dimasksud. Aspek-aspek tadi durutkan untuk menuju terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
3.    Dengan mempergunakan secara urut aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara, kemudian diidentifikasikan reinforcer untuk masing-masing aspek atau komponen itu.
4.    Melakukan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan aspek-aspek yang telah disusun itu, setelah aspek pertama selesai dilakukan, maka diberikan hadiah atau reinforcer diberikan; hal ini akan mengakibatkan aspek itu sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk dilakukan aspek-aspek kedua dan diberi hadiah, dan terhadap aspek-aspek lain sampai seluruh tingkah laku yang diharapkan akan terbentuk.
Dasar operant conditioning dalam pengajaran adalah untuk memastikan respon terhadap stimuli. Guru berperan penting di kelas, dengan mengontrol langsung kegiatan belajar siswa. Mereka yang harus pertama-pertama menentukan logika yang penting agar menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah dan kemudian memberikan reinforcement segera sesudah siswa merespon. Saran kepada guru, perbaikilah kemampuan untuk memberi penguat pada siswa, misalnya dengan mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa setelah diperiksa dan dinilai sesegera mungkin dan menanyakannya kepada siswa secara teratur dan memuji, memberi hadiahatau reward bagi jawaban yang benar, melihat pekerjaan siswa dan mencoba memperkuat semua tingkah laku yang menghasilkan perkembangan sikap yang baik terhadap belajar.

B.     KOGNITIF
Ahli-ahli teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil dari usaha kita untuk dapat mengerti dunia. Untuk melakukan ini, kita menggunakan semua modalitas mental kita. Misalnya, kita berpikir tentang situasi, sama saja artinya kita berpikir tentang kepercayaan, harapan, dan perasaan kita yang akan mempengaruhi bagaimana dan apa yang kita pelajari. Pandangan ini melihat belajar sebagai sesuatu yang aktif. Mereka berinisiatif mencari pengalaman untuk belajar mencari informasi untuk menyelesaikan masalah, mengatur kembali, dan mengorganisasi apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai pelajaran baru. Meskipun secara pasif dipengaruhi oleh lingkungan, orang akan aktif memilih, memutuskan, mempraktikkan, memperhatikan, mengabaikan, dan membuat banyak respon lain untuk mengejar tujuan. Satu hal paling penting yang mempengaruhi dalam proses ini adalah apa yang individu pikirkan dalam situasi belajar. Ahli-ahli psikologi kognitf menjadi lebih berminat dalam peranan pengetahuan dalam belajar. Apa yang telah kita ketahui menentukan seberapa luasnya apa yang akan kita pelajari, yang kita ingat, dan yang kita lupakan.
Berikut ini marilah kita cermati satu persatu beberapa tokoh besar dalam aliran kognitif ini.
a.    teori observational learning (albert bandura)
Teori dari Albert Bandura merupakan perluasan wawasan teori kognitif sosial dimana proses-proses kognitif tersebut tidak dapat diamati secara langsung, seperti harapan, pikiran, dan keyakinan. Bandura membedakan perolehan pengetahuan (belajar) dan kinerja yang teramati berdasarkan pengetauan tersebut (perilaku). Oleh karena itu, dalam teori kognitif sosial, faktor internal dan eksternal sangat penting. Segala sesuatu yanng terjadi di lingkungan sekitar disebut faktor pribadi seperti berfikir dan motivasi, sementara perilaku dipandang saling berinteraksi, masing-masing faktor saling mempengaruhi dalam proses pembelajaran. Bandura menamakan interaksi ini sebagai kekuatan reciprocal determinism.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan atau observaonal learning. Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang diamati orang lain atau vicarious conditioning. Ini terjadi apabila seorang siswa melihat siswa lain dipuji atau ditegur karena melakukan perbuatan teretntu dan kemudian siswa lain melihat hal itu memodifikasi perilakunya seolah-olah ia sendiri yang telah menerima pujian atau teguran itu.
Kedua, jenis pembelajaran yang melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamatan itusedang memperhatikan. Model tidak harus diperankan secara langsung tetapi dapat menggunakan seorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.
Menurut Bandura (1986) ada empat elemen pembelajaran, yakni:
a.       Atensi, seseorang harus menaruh perhatian (atensi) supaya dapat belajar melalui pengamatan. Seseorang khusus menaruh perhatian kepada orang yang menarik, popular, kompeten atau dikagumi.
b.      Retensi, agar dapat meniru perilaku suatu model seorang siswa harus mengingat perilaku itu. Pada fase retensi teori pembelajaran melalui pengamatan ini, latihan sangat membantu siswa untuk mengingat elemen-elemen perilaku yang dikehendaki sebagai misal urutan langkah-langkah suatu pekerjaan.
c.       Produksi, suatu proses pembelajaran dengan memberikan latihan-latihan agar membantu siswa lancar dan ahli dalam menguasai materi pelajaran. Pada fase ini dapat mempengaruhi terhadap motifasi siswa dalam menunjukkan kinerjanya.
d.      Motivasi dan penguatan. Suatu cara agar mendapat mendorong kinerja dan mempertahankan tetap dilakukannya keterampilan yang baru diperoleh dengan memberikan penguatan (bisa berupaya nilai dan penghargaan/insentif)
Melalui pembelajaran dengan pengamatan orang dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang mereka sendir belum pernah mengalaminya.

b.   teori discovery learning (jerome s. bruner)
Jerome S.Bruner adalah seoarng ahli perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, dimana manusia dipandang sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner, yang pentang ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan melakukan transformasi informasi secara aktif. Menurut Bruner inilah inti dari belajar. Oleh karena itu, Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.     
Empat tema tentang Pendidikan, yaitu :
(1)     Struktur Pengetahuan
Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu sebab dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk melihat bagaimana faktor-faktor yang kelihatannya tidak ada hubungannya dapat dihubungkan satu degan lainnya, juga dapat informasi yang telah mereka miliki.
·         Kesiapan
Kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang memungkinkan seseorang untuk mencapai yang lebih tinggi.
·         Intuisi
Intuisi adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentang tanpa melalui langkah-langkah analisis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang salah atau tidak.
·         Motivasi
Motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-carayang tersedia pada guru untuk merangsang motivasi itu. Pengalaman-pengalaman dimana para siswa berpatisipasi secara aktif dalam menghadapi lingkungannya.

(2)     Modal dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi (Rosser, 1984). Asumsi Pertama, ialah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan para penganut teori perilaku, Bruner yakin bahwa orang berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, maka perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam orang itu sendiri. Asumsi Kedua, bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang telah diperoleh sebelumnya.
Selanjtnya yang penting menurut Bruner adalah bahwa kategorisasi dapat membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi dari informasi yang diberikan. Ringkasan Bruner beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean (coding).

(3)     Belajar sebagai proses kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan ketiga proses itu adalah memperoleh inforasi baru, transformasi informasi, menguji relevansi dan keterampilan pengetahuan.
Bruner menyebutkan pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip. Prinsip Pertama yaitu bahwa pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya, dan Prinsip Kedua, menyatakan bahwa model-model semacam itu mulai diadopsi oleh kebudayaan sesorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkkutan.

(4)     Discovery Learning (Belajar Penemuan)
Menurut Bruner, belajar bermakna bahwa dapat terjadi melalui belajar penemuan dapat bertahan lama, serta mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan-kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Dalam penerapan belajar penemuan, tujuan-tujuan pengajar hanya dapat dirumuskan secara garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Peran pendidik atau guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah, selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara penyajian (enaktif, ekonik, simbolik).

c.       teori reception learning (david ausubel)
David Ausubel mengkritik discovery learning Bruner. Menurut Ausubel, siswa-siswa tidak selalutahu apa yang penting atau relevan, dan banyak siswa membutuhkan motivasi eksternal dalam melakukan tugas-tugas kognitif yang diperlukan untuk belajar apa yang diajarkan di sekolah.
Walaupun peranan guru sangat berbeda dalam discovery learning dan reception learning, tetapi keduanya memiliki persamaan pokok. Pertama, keduanya menganjurkan siswa agar aktif terlibat dalam proses belajar. Kedua, mereka menekankan cara membawa pengetahuan siswa yang telah ada sebelumnya untuk digabungkan dengan pelajaran baru. Ketiga, keduanya mengasumsikan bahwa pengetahuan, suatu ketika secara perlahan dan terus menerus akan berubah di dalam pikiran siswa.
1.    Bentuk
Secara sederhana, siswa tidak cukup hanya diajari bagaimana strategi dalam menghadapi suatu masalah; siswa harus diajari pula bagaimana meonitori diri mereka sendiri dalam menilai dan menguji siswa untuk melihat apakah mereka menetapkan strategi baru. Pendekatan dari Ausubel adalah apa yang disebut expository teaching, yaitu pengajaran yang sistematis dengan penyampaian informasi yang bermakna.
2.    Prinsip
Berkaitan denngan penerapan expository dalam pengajaran, ada sejumlah hal-hal praktis yang berpusat pada pengajaran expository. Contohnya, semua informasi yang baru datang harus diintegrasikan ke dalam ilmu pengetahuan yang telah dipunyai siswa sebelumnya jika informasi ini penting. Untuk memenuhi syarat ini, materi pelajaran harus diorganisasi sehingga ide-ide umum disampaikan sebelum fakta dan rincian khusus.
3.    Metode
Expository teaching berisi tiga tahap penyampaian pelajaran, yaitu:
ü Fase Pertama, adalah presentation of advance oragnizer. Strategi Ausubel selalui dimulai dengan advance organizer, yaitu suatu pernyataan dengan memperkenalkan konsep tingkat tinggi yang cukup luas untuk mencakup informasi yang akan mengikuti.
ü Fase Kedua, adalah presentation of learning task or material. Pada fse ini, materi baru disampaikan denngan memberikan ceramah, diskusi film atau memberikan tugas kepada siswa. Ausubel menekankan kebutuhan untuk mempertahankan perhatian siswa sama baiknya dengan kebutuhan dalam mengorganisasi materi pelajaran secara jelas untuk berhubungan dengan susunan yang telah direncanakan dalam advance organizer.
ü Fase Ketiga, adalah strengthening cognitive organization. Fase ini menyarankan agar guru mencoba menggabungkan informasi baru ke dalam susunan pelajaran yang sudah direncanakan untuk pelajaran permulaan dengan mengingatkan siswa bagaimana setiap rincian khusus ynag  berhubungan dengan konsep yang lebih besar. Siswa juga ditanya apakah mereka mengerti pelajaran yang disampaikan oleh guru dan dapat menghubungkan pelajaran tersebut dengan pengetahuan mereka yang telah ada sebelumnya, serta menghubungkannya dengan organisasi yang ada di advance organizer.
4.    Aplikasi Pembelajaran
Ausubel menyarankan agar para pendidik atau guru sebaiknya menggunakan suatu pendekatan deduktif. Dengan kata lain, mereka harus mengenakan satu topik dengan konsep-konsep umum; kemudian perlahan-lahan menyampaikan contoh-contoh yang lebih khusus dan selalu harus ada mata rantai antara apa yang diketahui siswa dan informasi baru.

C.  KONSTRUKTIVISME
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsep-konsep yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Oiaget dan Vigotsky juga menekankan pada hakekat sosial dan proses belajar dan keduanya menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar denngan kemampuan anggota-anggota yang berbeda untuk mengupayakan perubahan konseptual.
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa siswa terus menerus memeriksa informasi-informasi baru berlawanan dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Pandangan ini mempunyai implikasi yang mendalam dalam pengajaran, sebab teori ini menganjurkan peranan yang lebih aktif pada siswa dalam pembelajaran mereka sendiri. Di dalam kelas yang sedemikian, maka peran guru adalah menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan/memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.



DAFTAR PUSTAKA
Fadli.2010. Dalam http://fadlibae.wordpress.com/2010/03/24/teori-belajar-behavioristik-john-watson-1878-1958/ diakses pada tanggal 6 November 2014 pukul 10.12 WIB.
Hergenhahn B.R & Olson Matthew H. (2012). Theories Of Learnig Edisi 7. Jakarta: Pranada Media Group.
Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto. 2011. Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara.2014.Teori Belajar dan Pembelajaran.Bogor:Ghalia Indonesia.
W.H., Wasy. (2013). Teori Belajar Behaviorisme Clark (online), diakses dari (http://wacywhbiotp.blogspot.com/2013/03/teori-belajar-behaviorisme-clark.html pada tanggal 21 Maret 2014 pukul 17.13).
Winarto, Joko, 2009. Teori B.F. Skinner. (http://Made82math.wordpress.com), diakses pada tanggal 1 November 2014.
Winkel. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

                                         BAB I
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Belajar adalah suatu perbuatan yang di lakukan terus menerus sepanjang hidup manusia dan sesuatu yang harus di lakukan oleh setiap manusia, sehingga belajar adalah memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, Witherington dan Cronbach ( 1982 : 11 )
Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan  ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang di alami oleh siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri, Muhibbin Syah ( 1999 : 88 )
Teori Pembelajaran adalah cara-cara yang digunakan untuk memahami tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Dalam psikologi, teori belajar selalu dihubungkan dengan stimulus-respons dan teori-teori tingkah laku yang menjelaskan respons makhluk hidup dihubungkan dengan stimulus yang didapat dalam lingkungannya.
Belajar dapat diperoleh dari bebrapa sumber belajar diantaranya seperti guru, buku, radio, televisi, lingkungan, internet, teman sebaya, dll. Belajar berlangsung sepanjang hayat, bisa dilakukan di manapun dan kapanpun.
A.    TEORI BELAJAR MENURUT SKINNER
 Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Untuk lebih lengkapnya penulis akan membahas teori kondisioning operan pada bagian berikut ini.

SEJARAH TEORI KONDISIONING OPERAN MENURUT B.F. SKINNER
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat  pada pelaksanaan penelitian
Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti.
Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
KAJIAN TEORI KONDISIONING OPERAN MENURUT B.F. SKINNER
Kondisioning operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
·         Belajar itu adalah tingkah laku
·         Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
·         Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
·         Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Berikut perbandingan respons elisit dan tingkah laku operant.
Respons Elisit (Refleks)
Respons Emisi (Operants)
Ada kolerasi yang dapat diamati antara stimulus dan repons, renspons yang terpancing keluar terutama untuk menjaga kesejahteraan organisasi.
Ada respons bertindak mengnai lingkungan yang menimbulkan konsekuensi yang berpengaruh pada organisasi dan dengan demikian mengubah tingkah laku yang akan datang tidak berkorelasi dengan stimulus sebelumnya.
Di kondisikan dengan substitusi
Dikondisikan melalui konsekuensi respons yang memperbesar peluang.
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.    Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b.   Penguatan negatif,adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu  cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).
A. Penguatan positif
·         Perilaku
Murid mengajukan pertanyaan yang bagus
·         Konsekuensi
Guru menguji murid
·         Perilaku kedepan
Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan
B.  Penguatan negatif
·         Perilaku
Murid menyerahkan PR tepat waktu
·         Konsekuensi
Guru berhenti menegur murid
·         Perilaku kedepan
Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu
C.  Hukuman
·         Perilaku
Murid menyela guru
·         Konsekuensi
Guru mengajar murid langsung
·         Perilaku kedepan
Murid berhenti menyela guru

Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf). Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam "kontigensi terminal". Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara seksama.
Skinner menggambarkan praktek "tugas dan ujian" sebagai suatu contoh menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum.
Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
a.       Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.       Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d.      Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e.       Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f.       Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforce
g.      Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
                                                    
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·         Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
·         Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
APLIKASI SKINNER TERHADAP PEMBELAJARAN
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.       Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
b.      Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
c.       Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sistem modul.
d.      Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
e.       Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f.       Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
g.      Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
h.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
i.        Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
j.        Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
k.      Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping).
l.        Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
m.    Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
n.      Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MENURUT B.F. SKINNER
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
a.       Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya, hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan
b.      Kekurangan
Beberapa kelemahan  dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

B.     TEORI BELAJAR MENURUT CLARK LEONARD HULL
Sebagai langkah pertama dalam menyusun teorinya, Hull menyelesaikan ulasan mendalam terhadap riset-riset tentang belajar yang sudah ada. Kemudian ia berusaha meringkaskan temuannya tersebut dan mendeduksi konsekuensi yang dapat diuji berdasarkan ringkasan tersebut.
1.      Prinsip-prinsip utama teorinya:
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
2.      Dalam mempelajari hubungan S - R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O (organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output.
3.      Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organisme.
Hypothetical- deductive theory adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcementhabit, reaksi potensial, dan lain sebagainya. Teori Hull mengandung struktur postulat dan teorema yang logis mirip seperti geometri Euclid. Postulat itu adalah pernyataan umum tentang perilaku yang tidak dapat diverifikasi secara langsung meskipun teorema yang secara logis berasal dari postulat itu dapat diuji.

SIMBOL-SIMBOL DAN ISTILAH-ISTILAH MENURUT CLARK LEONARD HULL
D = drive (dorongan)
SH= habit strength (kekuatan kebiasaan)
SE= reaction potential (potensi reaksi) = SHR x D
IR = reactive inhibition (hambatan reaktif)
SIR = conditioned inhibition (hambatan yang dikondisikan)
S Ē= effective reaction potential = SHR x D- (IRSIR)
SO= oscillation effect (efek keguncangan)
SR = momentary effective reaction potential = SER – SO= [SHR x D – (IR + SIR)] – SOR
SLR = nilai SER harus lebih besar sebelum respons yang telah dipelajari dapat muncul
Sts = reaction time (waktu reaksi)
P = response probability (probabilitas respons)
n = trials to extinction (percobaan ke pelenyapan)
A = response amplitudo (amplitudo respons)
Extinction  = pelenyapan
Satified factor = faktor yang memuaskan
Drive reduction = pengurangan dorongan
Intervening variable = variable pengintervensi
Deductive theory  = teori (premis)-eksperimen-kesimpulan (teorema)
Reinforcement = penguatan
Habit = kebiasaan

PENJELASAN 16 POSTULAT TEORI BELAJAR MENURUT CLARK LEONARD HULL
Hull menjelaskan teorinya melalui 16 postulat, postulat itu adalah pernyataan umum mengenai perilaku, berasal dari teori yang dapat diuji, namun setelah menjadi postulat tidak dapat dibuktikan secara langsung. 16 postulat tersebut dibagi menjadi 6 kelompok besar diantaranya, sebagai berikut:
1.    Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku dan representasi neuralnya atau saraf
Postulat 1: Sensing the External Environment and the Stimulus Trace (Impuls saraf afferent dan bekas lanjutannya)
Hull mempostulatkan stimulus trace (jejak stimulus) dan mengubah rumusan S-R tradisional menjadi S-s-R dimana s adalah jejak stimulus. Menurut Hull, asosiasi ke pentingnya (interest) adalah antara cara s dan R. Pada akhirnya jejak stimulus menyebabkan reaksi neural efferent (motor) (r) yang menghasilkan respon tegas. Jadi kita punya S-s-r-R, di mana S adalah stimulasi eksternal, s adalah jejak stimulus, r adalah pengaktifan neuron motor, dan R adalah respon yang jelas.
Contohnya, pada saat kita merasa haus (haus = S), rasa haus tersebut disebabkan karena kita dehidrasi (dehidrasi = s), rasa dehidrasi tersebut mengaktifkan neuron motor ... kita (r), sehingga kita akan segera minum untuk menghilangkan dehidrasi tersebut (dehidrasi = R).
Stimulus luar  (haus karena naik turun tangga) (S)
Dehidrasi (s)
Saraf motorik (r)
Minum (R)





Input                                                                             Output
                                                  Proses Internal

Postulat 2: The Interaction Of Sensory Impulse. Interaksi Of Sensory Impulses (Interaksi saraf afferent)
Dalam postulat ini terjadi kesulitan dalam memprediksi  suatu perilaku, dimana hal ini disebapkan oleh dorongan sensori yang dapat mengakibatkan kompleksitas stimulasi pada tiap orang. Dimana seperti perilaku jarang  adalah  akibat dari satu stimulus saja. Stimuli sendiri membentuk beberapa interaksi yang mana hal itu akan menentukan bagaimana perilaku kita.  Dapat di tarik rumus:
Ø S 1 → S 1   
Ø S2  →  S2    
Ø S3  →  S3     →   → r → R
Ø S4  →  S4  
Ø S5  →  S5  
Hal di atas menunjukkan bahwa adanya interaksi dan penyatuan pada setiap stimuli.
Contohnya, Aldo adalah seorang anak yang pemalas, dia seringkali tidak mengerjakan tugas. Pada suatu hari ia mendapatkan teguran baik dari guru (S1). Kemudian ia berusaha belajar dengan temannya, ternyata ia bisa mengerjakan satu soal. Dan teman tersebut memotivasi dia (S2). Ketika di rumah dia juga dimarahi oleh ibunya karena nilainya yang buruk (S3), kemudian ia mulai berusaha untuk terus menyelesaikan tugas dari gurunya (R).
2.    Respon terhadap kebutuhan, hadiah, dan kekuatan kebiasaan
Postulat 3: Unlearned Behavior (perilaku yang tidak dipelajari)
Belajar hanya dibutuhkan jika mekanisme neural bawaan dan respons yang dihasilkannya gagal untuk memenuhi kebutuhan organisme. Sehingga selama respons bawaan bawaan atau respons yang telah dipelajari sudah efektif dalam memenuhi kebutuhan, tidak ada alasan untuk mempelajari respons baru.
Contohnya, mata kita terkena debu, maka otomatis kita akan berkedip bahkan sampai mengeluarkan air mata.
Postulat 4: Contiguity and Drive Reduction as Necessary Conditions for Learning (Hadiah dan kekuatan kebiasaan; kontiguitas dan reduksi dorongan sebagai kondisi-kondisi untuk belajar).
Jika satu stimulus diikuti dengan satu respon, yang pada gilirannya diikuti dengan penguatan (baik primer maupun sekunder), maka asosiasi antara stimulus dan respon akan menguat. Atau dapat dikatakan bahwa kebiasaan (habit) memberi respon terhadap stimulus itu akan menjadi lebih kuat. Hal ini diistilahkan oleh Hull sebagai habit strength (kekuatan kebiasaan [SHR]).
Kekuatan kebiasaan merupakan salah satu konsep Hull yang terpenting, di mana istilah ini mengacu pada kekuatan asosiasi antara stimulus dan respon. Hubungan antara SH dan jumlah pasangan S dan R yang diperkuat dideskripsikan melalui rumus berikut:
SH = 1-10-0.0305N
Keterangan :
N= jumlah dari pemasangan antara S dan R yang diperkuat
Rumus ini menghasilkan kurva belajar yang terakselerasi secara negatif, yang berarti bahwa pasangan yang lebih dahulu diperkuat memiliki lebih banyak efek ketimbang pasangan selanjutnya. Dalam kenyataannya, akan mencapai suatu titik dimana penambahan pasangan yang diperkuat tidak ada efeknya dalam proses belajar.
Contohnya, Nita merasakan gatal pada tangannya, ia pun menggaruki tanganya tersebut. setelah ia menggaruk tangannya ia merasa puas dan nyaman. Hal tersebut ia lakukan terus menerus jika mendapati rasa gatal. Kemudian pada suatu waktu ia merasakan gatal pada tangannya, karena ia tidak sempat untuk menggaruk tangannya  ia pun mencoba meniup tangannya tersebut dengan maksud agar rasa gatalnya dapat hilang, namun tiupan tersebut tidak membuatnya merasakan puas dan nyaman.
3.      Stimulus pengganti (ekuaivalen)
Postulat 5: stimulus generalization (generalisasi (penyamarataan))
Hull mengatakan bahwa kemampuan suatu stimulus untuk menimbulkan respons yang dikondisikan ditentukan oleh kemiripannya dengan stimulus yang digunakan selama training. Jadi sHr akan digeneralalisasikan dari satu stimulus ke stimulus lain sepanjang dua stimulus itu sama. Postulat ini juga mengindikasikan bahwa pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi proses belajar yang sekarang. Artinya, belajar yang pernah terjadi pada kondidi yang sama akan ditransfer ke situasi belajar yang baru. postulat ini pada dasarnya mendeskripsikan teori elemen identik dalam transfer training dari Thorndike.
Contohnya, ketika kita belajar statistika di kuliah maka akan lebih mudah karena dulu kita pernah belajar matematika di SMA.
4.      Dorongan-dorongan sebagai akitivator respon
Postulat 6: Stimuli Associated with Drives (Stimulus dorongan)
Definisi biologis dalam organisme akan mengahasilkan drive (dorongan D), dan setiap dorongan diasosiasikan dengan stimuli spesifik. Contohnya adalah rasa perut lapar yang mengiringi dorongan lapar, dan mulut kering, bibir kering, dan tenggorokan kering yang mengiringi dorongan haus. Adanya stimuli dorongan spesifik memungkinkan kita untuk mengajari hewan agar berperilaku tertentu di dalam satu keadaan dorongan dan berperilaku lain dalam keadaan dorongan lain.
Misalnya, hewan bisa diajari berbelok ke kanan dalam jalan berbentuk T apabila ia lapar dan berbelok kiri jika ia haus.
Postulat 7: (Potensi reaksi yang ditimbulkan oleh dorongan)
Potensi reaksi adalah hasil dari kebiasaan respon yang diperkuat pada satu situasi dan sebuah dorongan primer. Potensi reaksi dapat dilambangkan dengan SEdan kebiasaan dapat disimbolkan menjadi SHsedangkan dorongan disimbolkan menjadi D. Sehingga dapat dijadikan:
Potensi reaksi = SESHX D
Contohnya, pelari yang mendapatkan terus menerus penguatan sehingga menjadi terbiasa untuk berlari (SHR) dan dengan adanya sebuah dorongan dari diri pelari tersebut karena ingin tubuhnya sehat (D) maka akan muncul sebuah potensi reaksi.
5.      Faktor-faktor yang melawan respon-respon
Postulat 8: Responding Causes Fatigues, Which Operates Against the Elicitation of a Conditional Response (Pengekangan reaksi).
Respon membutuhkan kerja dan kerja dapat membuat kelelahan. Pada akhirnya kelelahan akan menghambat respon. Respon yang menghambat ini disebut dengan reactive inhibition (hambatan reaktif [IR]). Hambatan reaktif tersebut disebabkan oleh kelelahan karena aktivitas otot dan kegiatan dalam bertugas. Hambatan reaktif tersebut dapat hilang apabila aktivitas tersebut dihentikan.
Example, Ada seekor kucing yang sedang mengejar tikus untuk menjadi santapannya. Kucing tersebut terus mengejar sampai dia merasa kelelahan. Pada saat dia merasa kelelahan itulah kucing mengalami Idan berhenti mengejar tikus. Setelah kucing tersebut beristirahat, Iakan hilang dan kucing akan kembali mengejar tikus.
Hambatan reaktif juga berperan dalam reminiscence effect (efek kenangan). Efek kenangan adalah peningkatan kerja setelah berhentinya kegiatan.
Example, Adam sedang melakukan aktivitas olahraga dengan bermain skipping. Setelah mendapat lima kali loncatan, Adam mengalami IR karena dia merasa kelelahan dan memutuskan untuk beristirahat. Beberapa menit setelah beristirahat, Ihilang dan dia merasa kembali fit seperti tadi. Kemudian dia melanjutkan untuk bermain skipping dan dalam permainan skipping-nya yang kedua, dia bisa mencapai 10 kali loncatan.
Dari contoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja akan meningkat setelah istirahat karena pada saat beristirahat Imenghilang.
Postulat 9: The learned response of not responding (Pengekangan yang dikondisikan (diisyaratkan))
Didalam postulat ini menjelaskan bahwa kelemahan tidak akan memberikan respon untuk penguatan, mengingat bahwa termasuk pendorong negatif. Karenanya tidak memberi respon akan menyebapkan IR  menghilang, sehingga dapat mengurangi kelelahan. Ketika  tidak merespon dinamakan conditioned inhibition (SIR) (hambatan yang dikondisikan). Saat  IR maupun SIberoperasi melawan munculnya respons yang telah dipelajari dan karenanya merupakan pengurangan dari potensi reaksi (SER). Ketika IR dan SIdikurangkan dari SER, hasilnya adalah potensi reaksi efektif (SER).
Misalnya, pada saat kucing kelelahan mengejar tikus, maka ia akan berhenti dengan tidak melakukan respon. Pada saat ia tidak merespon itulah yang dinamakan hambatan atau pengekangan yang dikondisikan. Contoh pada manusia, ketika ada seseorang yang sedang berolahraga lari, kemudian ia merasa kelelahan dan ia akan berhenti (tidak akan merespon). Berhenti itulah yang disebut pengekangan yang dikondisikan. 
Potensi reaksi efektif = SER = SHR x D – (IRSIR)
Postulat 10: Factors Tending to Inhibit a Learned Response Change From Moment o Moment (merawat untuk menghalangi perubahan respon pembelajaran dari waktu ke waktu lainnya dan munculnya respons yang telah dipelajari/(Osilasi pengekangan))
Potensi penghambat itu dinamakan oscillation effect atau efek guncangan (SOR). Efek guncangan ini menjelaskan mengapa respons yang telah dipelajari mungkin muncul pada satu percobaan tapi tidak pada percobaan lain. Prediksi perilaku berdasarkan nilai SĒakan selalu dipengaruhi oleh nilai SOyang fluktuatif dan akan selalu bersifat probabilistik. Nilai SOR harus dikurangkan dari potensi reaksi efektif (SĒR), yang menciptakan momentary effective reaction potential (SR) (potensi reaksi efektif sementara).
SR = SĒR – SOR
= [SHR x D – (IR + SIR)] – SOR
Contohnya,  ketika seseorang yang berlari kemudian kelelahan dan ia berhenti maka akan muncul IR dan SIR. Dan akan menyebabkan potensi reaksi efektifDan potensi reaksi efektif orang tersebut akan dipengaruhi seberapa besar efek guncangannya. Ketika potensi IR dan SIR itu kecil maka potensi rekasi efektif akan besar. Potensi reaksi efektif yang besar akan dikurangi oleh efek guncangannya. Ketika efek guncangannya kecil. Dan potensi reaksi efektif yang besar akan dikurangi efek guncangan yang kecil, maka akan memunculkan nilai potensi reaksi efektif sementara yang besar.
6.      Bangkitnya respon
Postulat 11: Momentary Effective Reaction Potensial Must Ecced a Certain Value Before a Learned Response Can Occur (Reaksi ambang perangsang).
Respon yang telah dipelajari akan muncul jika SR lebih besar dari pada sLR (ambang reaksi). Atau dapat dikatakan potensi reaksi efektif yang sementara harus melampaui reaksi ambang perangsang sebelum stimulus membangkitkan reaksi.
Misalnya, potensi reaksi efektif sementara seorang pelari tersebut nilainya harus lebih besar dari nilai ambang reaksinya, sehingga akan memunculkan perilaku yang dipenlajari. Contoh, nilai ambang reaksinya adalah 1 maka nilai potensi reaksi efektif sementaranya harus lebih dari satu untuk memunculkan respon yang dipelajari.
Postulat 12: The probability that a learned response will be made is a combined function of sER, sOR and sLR (Kemungkinan reaksi diatas ambang perangsang).
Dalam tahap awal training, yakni setelah beberapa percobaan diperkuat  sER akan dekat dengan sLR sehingga karena efek dari sOR, respons yang terkondisikan akan muncul di beberapa percobaan tetapi tidak dipercobaan lainnya. Sebabnya adalah pada beberapa percobaan nilai sOR yang dikurangkan dari sER akan cukup besar untuk mereduksi  sER ke nilai dibawah sLR. Setelah training dilanjutkan maka pengurangan sOR dari sER akan mengurangi efek sebab nilai sER akan menjadi lebih besar ketimbang nilai sLR. Bahkan setelah banyak latihan, adalah mungkin bagi sOR mendapat nilai yang lebih besar, dan karenannya mencegah munculnya respons yang dikondisikan.
Misalnya, pada tahap awal training nilai sER seorang pelari akan dekat dengan sLR karena pengurangan efek guncangannya (sOR) tidak terlalu besar. Tapi ketika training dilanjutkan kembali pengurangan efek guncangan (sOR) dari potensi reaksi (sER) akan menyebabkan nilai (sER) lebih besar dari sLR sehingga respon yang telah dipelajari dapat muncul.
Postulat 13: latensi (keadaan diam atau berhenti)
Latensi (stR) adalah waktu antara presensi stimulus ke organisme dan respon yang dipelajarinya. Makin potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang makin pendek latensi response, artinya respon makin cepat timbul.
Contohnya, pada saat orang diam atau melamun tiba-tiba dihentak dari belakang (dikagetin) otomatis orang tersebut kaget (respon cepat timbul). Atau semakin besar SĒseorang pelari dari sLR maka waktu nya akan semakin pendek dan respon untuk berlari lagi akan muncul.
Postulat 14: Hambatan berhenti (ekstingsi)
Dalam postulat ini dijelaskan mengenai nilai SER yang menentukan jumlah respon yang tidak diperkuat lagi namun masih dibutuhkan sebelum terjadinya pelenyapan. Semakin besar nilai SEnya semakin besar pula jumlah respon yang tidak diperkuat sebelum terjadi pelenyapan. Hull menggunakan n untuk melambangkan jumlah respon yang tidak diperkuat sebelum terjadi pelenyapan.
Misalnya, ketika SEseorang pelari itu lebih besar maka akan lebih banyak jumlah respon yang tidak diperkuat sebelum terjadi pelenyapan (pelari itu berhenti berlari). Tidak memperkuat respon itu seperti dengan pelatihnya yang tidak memberikan semangat dan tidak ada hadiah ketika dia berhasil mencapai suatu putaran lapangan.
Postulat 15: The Amplitude Of a Conditioned Response Varies Directly With S(besarnya respon).
Juga sering disebut dengan istilah amplitudo respon. Respon yang dipejari terjadi secara bertingkat-tingkat, ketika terjadi bertingkat-tingkat maka akan langsung terkait dengan besarnya potensi reaksi efektif sementara. Hull menggunakan A untuk melambangkan amplitudo respons.
Misalnya, ketika Sseorang pelari besar maka nilai tersebut akan terkait dengan respon yang bertingkat-tingkat, dan akan menentukan amplitudo suatu respon.
Postulat 16: When Two or More incompatible response Tend to Be Elicited in the Same Situation, the One with the Greatest SR Will Occur (Respon-respon yang bertentangan).
Jika potensi-potensi reaksi kepada dua atau lebih respon-respon yang bertentangan terjadi dalam organisme pada waktu yang sama, maka hanya reaksi yang mempunyai potensi reaksi yang lebih besar akan terjadi responnya.
Misalnya, ketika seorang pelari menerima dua atau lebih respon yang berlawanan, maka hanya reaksi yang memiliki potensi reaksi yang lebih besar yang menyebabkan suatu respon tersebut terjadi
C.    TEORI BELAJAR MENURUT ROBERT GAGNE (1977-1985)
Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang menentukan apa yang akan dipelajari seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang.
Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara. Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
                                                             
PRINSIP PEMBELAJARAN ROBERT GAGNE
SISTEMATIKA ”DELAPAN TIPE BELAJAR”
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe belajar/hierarki belajar. Menurut Gagne, hierarki belajar harus disusun dari atas ke bawah atau top down (Orton dalam Fadjar, 2007). Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak hierarki belajar tersebut, diikuti kemampuan keterampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan di atasnya.
Menurut Gagne (Bell, 1978) tipe/hierarki belajar dijabarkan sebagai berikut :
1.      Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, dan stimulus tertentu berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selain timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
2.      Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor penguatan (reinforcement). Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur dan dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respon itu.
3.      Rantai atau Rangkaian Hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan “contiguity”. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining. Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan manipulasi dari peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri membutuhkan chaining. Ada dua karakteristik dari belajar S-R dan belajar rangkaian dalam pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat menyempurnakan rangkaian S-R apabila tidak menguasai salah satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan belajar S-R dan rangkaian difasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah laku yang diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat digunakan untuk meningkatkan belajar S-R, tetapi hal tersebut dapat berakibat negatif terhadap emosi, sikap, dan motivasi belajar.
4.      Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan hubungan dari dua atau lebih tindakan S-R verbal yang telah dipelajari sebelumnya.
Asosiasi verbal melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi verbal yang memerlukan penggunaan rangkaian mental intervening yang berupa kode dalam bentuk verbal, auditory atau gambar visual. Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik. Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental verbal “y ditentukan oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode fungsi dengan menggunakan simbol “y=f(x)” dan orang yang lain lagi mungkin menggunakan visualisasi diagram panah dari dua himpunan.
5.      Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)/ Membedakan
Discrimination learning atau belajar membedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak.
6.      Belajar Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek karena dalam karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum. Sebagai contoh, tahap pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon, sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui belajar asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan antara lingkaran dan objek lingkaran lain. Hal tersebut penting bagi siswa untuk menyatakan lingkaran dalam variasi yang luas. Situasi representatif sehingga mereka belajar untuk mengenal lingkaran. Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi lingkaran dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep lingkaran.
7.      Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan (Rule learning) adalah kemampuan untuk merespon sejumlah situasi (stimulus) dengan beberapa tindakan (respon). Kebanyakan belajar matematika adalah belajar aturan. Sebagai contoh, 5 x 6 = 6 x 5 dan 2 x 8 = 8 x 2; tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a.
Kondisi belajar aturan mulai dengan merinci perilaku yang diinginkan pada siswa. seorang siswa telah belajar aturan apabila dapat menerapkan aturan itu dengan tepat pada beberapa situasi yang berbeda. Robert Gagne (Bell, 1978) memberikan 5 tahap dalam mengajarkan aturan:
-          Tahap 1 : Menginformasikan pada siswa tentang bentuk perilaku yang diharapkan ketika belajar.
-          Tahap 2 : Bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan pemanggilan kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya yang menyusun konsep.
-          Tahap 3 : Menggunakan pernyataan verbal (petunjuk) yang akan mengarahkan siswa menyatakan aturan sebagai rangkaian konsep dalam urutan yang tepat.
-          Tahap 4 : Dengan bantuan pertanyaan, meminta siswa untuk “mendemonstrasikan” satu contoh nyata dari aturan.
-          Tahap 5: (bersifat pilihan, tapi berguna untuk pengajaran selanjutnya): dengan pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk membuat pernyataan verbal dari aturan.
8.      Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar lain, terutama penggunaan aturan yang disertai proses analisis dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses penalaran yang memerlukan waktu lama, tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang.
Pemecahan masalah biasanya melibatkan lima tahap:
a.       Menyatakan masalah dalam bentuk umum.
b.      Menyatakan kembali masalah dalam suatu defenisi operasional.
c.       Merumuskan hipotesis alternatif dan prosedur yang mungkin tepat untuk memecahkan masalah.
d.      Menguji hipotesis dan melaksanakan prosedur untuk memperoleh solusi.
e.       Menentukan solusi yang tepat.

SISTEMATIKA “LIMA JENIS BELAJAR”
Sistematika ini merupakan penyederhanaan sistematika delapan tipe belajar. Sistematika ini memperhatikan hasil belajar yang merupakan kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut melakukan sesuatu yang dapat memberikan prestasi.
1.      Informasi Verbal (Verbal Information)
Merupakan penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun lisan, misalnya pemberian nama terhadap suatu benda, definisi, dll. Informasi verbal meliputi “cap verbal” dan “data/fakta”. Cap verbal yaitu kata yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek yang dihadapi, misal ‘kursi’. Data/fakta adalah kenyataan yang diketahui, misal ‘Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta’. Informasi verbal dimulai sejak masa anak mulai belajar nama objek, hewan, dan peristiwa, berlanjut di sepanjang hayat saat orang belajar tentang dunia di sekitar mereka. Dua karakteristik esensial informasi verbal: (1) dapat diverbalisasikan (ditulis/dikatakan), dan (2) setidaknya beberapa kata memiliki makna bagi individual.
2.      Kemahiran Intelektual (Intellectual Skill)
Merupakan keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, abstrak, aturan, hukum, serta lambang/simbol (huruf, angka, kata, dan gambar). Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah. Kategori kemahiran intelektual terbagi lagi atas empat subkemampuan.
3.      Pengaturan Kegiatan Kognitif (Cognitive Strategy)
Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berpikir agar terjadi aktivitas yang efektif sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada proses pemikiran.
4.      Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Merupakan hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

5.      Sikap (Attitude)
Merupakan hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam individu yang memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu objek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan bertindak.

FASE-FASE BELAJAR
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 fase dalam proses belajar, yaitu:
1.      Fase Penerimaan (Apprehending Phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2.      Fase Penguasaan (Acquisition Phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3.      Fase Pengendapan (Storage Phase)
Sesuatu yang dimiliki, disimpan agar tidak hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4.      Fase Pengungkapan Kembali (Retrieval Phase)
Apa yang dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan, inilah yang disebut pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses belajar, sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar. Keempat fase belajar manusia ini telah disatukan menyerupai model sistem komputer, meskipun sedikit lebih kompleks dari pada yang ada pada manusia.

APLIKASI TEORI GAGNE DALAM PEMBELAJARAN
Aplikasi penerapan teori belajar Gagne erat kaitannya dengan fase belajar dan Sembilan peristiwa pembelajaran. Gagne menemukan teorinya bukan melalui suatu proses penemuan atau penerimaan seperti yang dilakukan oleh ahli lain, namun menurutnya yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah kualitas, penetapan (daya guna), dan kegunaan belajar.
Sembilan peristiwa pembelajaran ini merupakan contoh aktifitas-aktifitas belajar yang menurut Gagne perlu diterapkan dan dapat dijadikan menjadi model pembelajaran yang semata bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Karakteristik Pembelajar
a.       Perbedaan Individual
Metode mengompensasi perbedaan individu dalam pemberian pembelajaran antara lain adalah pembelajaran kelompok kecil, tutorial, belajar independent, dan sistem pembelajaran yang diindividualisasikan.
b.      Kesiapan
Kesiapan berkembang bukan berarti soal kedewasaan namun kesiapan seperti mencakup keterampilan yang lebih rendah dalam tipe belajar.
c.       Motivasi
Motivasi berperan penting dalam meningkatkan hasil belajar. Motivasi mempunyai hubungan yang sama pentingnya dengan penguatan. Penguatan merupakan sumber motivasi utama siswa (teori belajar Skinner).
D.    TEORI BELAJAR MENURUT EDWIN RAY GUTHRIE
Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of contiguity). Maksudnya adalah : “ kombinasi stimuli yang mengiringi gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiaannya berulang”. Jadi, jika pada situasi tertentu kita melakukan sesuatu, maka pada waktu lain dan situasinya sama kita akan cenderung melakukan hal yang sama juga.
Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan.
Pada publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie sempat merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, “apa- apa yang dilihat akan menjadi sinyal terhadap apa- apa yang dilakukan”. Alasannya karena terdapat berbagai macam stimuli yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu. Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari stimuli yang dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan respons.
1.      Stimuli yang Dihasilkan oleh Gerakan
Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagai hanya asosiasi antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh.Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon.Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus.Kita tetap bergerak karena ada stimuli dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.
2.      Mengapa Praktik latihan Meningkatkan Performa ?
Untuk menjawab pertanyaan ini,Guthrie membedakan antara act (tindakan) dengan movement (gerakan).Gerakan adalah kontraksi otot; tindakan terdiri dari berbagai macam gerakan. Tindakan biasanya didefinisikan dalam kondisiapa- apa yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik surat, makan pagi, dll.
Adapun untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar bertindak, yang berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia mengharuskan gerakan yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya. Bahkan menurut Guthrie, tindakan sederhana seperti memegang raket membutuhkan beberapa gerakan berbeda sesuai jarak dan arah posisi subjek itu.Untuk itulah diperlukan sebuah latihan, karena dengan menguasai sebuah tindakan tidak menjamin pada saat waktu, jarak, dan posisi yang berbeda tindakan itu masih dapat dilakukan.
3.      Sifat Penguatan
Apa yang menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie? Pada poin ini Gutrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu respons menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya.
Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning.Misalnya, dalam kotak teka teki, hal yang dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu tuas atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton mengatakan, menurut pendapat mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu sama, karena kucing itu menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena itu, tidak memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut.
4.      Eksperimen Guthrie-Horton
Guthrie & Horton (1946) secara cermat mengamati sekitar 800an tindak melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh kucing. Observasi ini dilaporkan dalam buku berjudul Cats in a Puzzle Box. Kotak yang digunakan sama dengan kotak yang dipakai Thorndike dalam percobaanya. Guthrie & Horton menggunakan banyak kucing sebagai subjek percobaan, tetapi mereka melihat setiap kucing belajar keluar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia keluar kotak. Karena respon cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka ini dinamakan perilaku stereotip.
Observasi ini memperkuat pendapat Guthrie bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang mencegah berhentinya proses belajar. Guthrie menyimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respon yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan oleh sebab itu mempertahankan respon di dalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya.
5.      Lupa
Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru.
Untuk menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut: Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A).
Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ektrim ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.
PENERAPAN TEORI  DALAM  MEMUTUSKAN KEBIASAAN
Kebiasaan adalah respon yang diasosiasikan dengan sejumlah besar stimulus.Semakin banyak stimuli yang menimbulkan respon, semakin kuat kebiasaan. Untuk memutus kebiasaan aturannya selalu sama, yaitu cari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan lakukan respon lain saat petunjuk itu muncul. Berikut ini metode-metode yang dinyatakan oleh Guthrie:
Ø  Metode Ambang: dengan memperkenalkan stimulus lemah yang tidak menimbulkan respon dan kemudian pelan-pelan menaikkan intensitas stimulus itu, tetapi selalu berhati-hati agar ia tetap berada di bawah “ambang batas” respon. Contoh memasang pelana kuda: mulai dengan selimut yang ringan, kemudian yang lebih berat, baru kemudian pelana kuda.
Ø  Metode Kelelahan: dengan mendorong stimulus secara terus menerus sampai respon yang diberikan berhenti atau tidak ada respon lagi. Contoh penjinakan dimana pelana dilempar ke punggung kuda kemudian penunggangnya menaikinya dan berusaha mengendarai kuda itu sampai kuda itu menyerah.
Ø  Metode Respon yang Tidak Sesuai: stimuli untuk respon yang tidak diinginkan disajikan bersama stimuli lain yang menghasilkan respon yang tidak sesuai dengan respon yang tidak diinginkan tersebut.Contoh seorang anak mendapat hadiah boneka panda namun reaksi pertamanya takut dan menghindar.Sebaliknya ibu si anak memberikan rasa kehangatan dan kenyamanan pada diri si anak. Dengan menggunakan metode respon yang tak kompatibel anda akan memasangkan ibu dan boneka panda diharapakkan ibu akan menjadi setimulus dominan. Jika ibu menjadi stimulus dominan, reaksi anak terhadap kombinasi ibu-boneka itu akan berupa relaksasi. Setelah reaksi relaksai muncul ketika ada boneka panda, maka boneka itu dapat dihadirkan sendirian dan akan muncul relaksasi dalam diri anak.
1.      Membelokkan Kebiasaan
Ada perbedaan antara memutus kebiasaan dengan membelokkan kebiasaan.Membelokkan kebiasaan dilakukan dengan menghindari petujnjuk yang menimbulkan perilaku yang tak diinginkan.Jika anda mengumpulkan sejumlah besar pola perilaku tak efektif atau menyebabkan kecemasan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah meningkatkan situasi itu.Guthrie menyarankan agar anda pergi kesuatu lingkungan baru yang memberi anda kesegaran baru karena anda tidak punya banyak asosiasi dengan lingkungan baru itu. Pergi kelingkungan baru akan membuat anda legah dan bisa mengembangkan pola perilaku yang baru. Tetapi ini hanyalah pelarian parsial karena banyak stimuli yang menyebabkan perilaku yang tak diinginkan adalah stimuli internal anda, dan anda karenanya akan membawa stimuli itu ke lingkungan yang baru. Juga stimuli dalam lingkungan baru yang identik atau mirip dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan respon yang sebelumnya di kaitkan dengannya.
2.      Hukuman
Guthrie mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu merespons stimuli tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap stimuli yang sama.
Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Misalnya, anda punya seekor anjing yang suka mengejar-ngejar mobil dan anda ingin menghentikan kebiasaannya.Gutrie menyarankan, anda mengendarai mobil dan biarkan anjing mengejarnya.Saat anjing berlari disisi mobil pelankan kendaraan anda dan tamparlah moncong si anjing. Maka anjing akan melompat kebelakang. Tapi kalau anda menampar pantatnya maka anjing itu akan berlari lebih kencang kedepan. Contoh lain seorang gadis berumur 10 tahun yang melemparkan topi dan jaketnya ke lantai setiap kali dia pulang ke rumah. Setiap kali melakukannya si ibu akan mengomelinya dan menyuruhnya menggantungkan baju dan jaket ke tempat gantungan. Tetapi kelakuannya terus berlanjut sampai seorang ibu menduga bahwa anaknya menunggu dahulu omelanya (yakni omelannya menjadi petunjuk) untuk menggantungkan baju dan jaketnya.Setelah menyadari ini, setiap kali si anak melempar baju dan jaketnya ke lantai ibu menyuruh si anak mengambilnya lagi dan menyuruhnya keluar rumah.Nah, setelah dia masuk kembali si ibu memerintahkannya segera menggatungkan baju dan jaketnya begiru dia masuk rumah.
3.      Dorongan
Drives (dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthriedisebut maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuliakan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah, dan karenanya mempertahankan respon terhadap makanan. Tetapi perlu ditekankan bahwa dorongan fisiologi ini hanya salah satu dari sumber stimuli yang mempertahankan.Setiap sumber stimuli yang terus berlangsung baik itu eksternal atau internal, menghasilkan stimuli yang mempertahankan.
Disini Guthrie kembali menjelaskan bahwa kebiasaan menggunakan alkohol dan narkoba dengan cara serupa. Misalnya, seorang merasakan ketegangan atau gelisah.Dalam kasus ini ketegangan dan kegelisahan itulah yang menjadi maintaining stimuli. Karenanya, ketika di lain waktu orang merasa tegang dan gelisah, dia akan cenderung minum lagi. Secara bertahap dorongan untuk memakai narkoba atau minuman keras akan muncul diberbagai situasi dan berubah menjadi kecanduan.
4.      Niat
Respons yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan intentions (niat).Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining stimuli dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang). 
Gambarannya, ketika seseorang lapar dan ada roti di dalam kantor, dia akan memakannya. Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan siang, dia akan berdiri dari kursi, mengenakan jaket, mencari restoran, dsb. Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak purposive atau intensional (diniatkan).
5.      Transfer Training
Gutrhrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas.
Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti,selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman, wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.
PENDAPAT DAN PENERAPAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISME GUTHRIE DALAM PENDIDIKAN
Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas).
Mengasosiasikan rangsangan dan respons secara tepat merupakan inti dari teori belajar yang dibangun oleh Guthrie. Untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar di kelas. Guthrie memberikan beberapa saran bagi guru :
1.      Guru harus dapat mengarahkan performa siswa akan menjadi apa ketika mempelajari sesuatu. Dengan kata lain, apakah stimuli yang ada dalam buku atau pelajaran yang menyebabkan siswa melakukan belajar.
2.      Oleh karena itu, jika siswa mencatat atau membaca buku secara sederhana mereka dapat mengingat lebih banyak informasi. Maka dalam hal ini buku akan menjadi stimuli yang dapat digunakan sebagai perangsang untuk menghafal pelajaran.
Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang secara langsung akan menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap peraturan kelas. Misalnya permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti oleh kegaduhan dalam kelas akan menjadi tanda (memunculkan stimuli) bagi munculnya perilaku distruptif.
E.     TEORI BELAJAR MENURUT IVAN PETROVICH PAVLOV
Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal yang dubious (sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung dan nyata).
Menurut Ivan Pavlov, aktivitas organisme dapat dibedakan atas :
1.       Aktivitas yang bersifat reflektif
Aktivitas organisme yang tidak disadari oleh organisme yang bersangkutan. Organisme membuat respons tanpa disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
2.      Aktivitas yang disadari
Aktivitas yang disadari merupakan aktivitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan. Ini merupakan respons atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi terhadap stimulus yang diterimanya. Ini berarti bahwa stimulus yang diterima oleh organisme itu sampai di pusat kesadaran dan barulah terjadi suatu respons. Dengan demikian maka jalan yang ditempuh oleh stimulus dan respons atas dasar kesadaran lebih panjang apabila dibandingkan dengan stimulus dan respons yang tidak disadari atau respons yang reflektif.
Menurut Pavlov, dua proses dasar yang mengatur semua aktifitas sistem saraf sentral adalah excitation (eksitasi) dan inhibition (hambatan). Pavlov berspekulasi bahwa setiap kejadian di lingkungan berhubungan dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami, ia cenderung menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Pola eksitasi dan hambatan yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut cortical mosaic (mosaik kortikal), pada satu momen akan menentukan bagaimana organisme merespons lingkungan.
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR CLASSICAL CONDITIONING DARI IVAN PAVLOV
a.       Diskriminasi
Diskriminasi berlaku apabila individu bertindak balas terhadap sesuatu rangsangan yang tertentu sahaja dan tidak pada rangsangan yang lain. Dalam kajian terhadap anjing, didapati anjing tersebut hanya bertindk balas apabila mendengar bunyi loceng sahaja, tetapi tidak pada bunyi selain daripada loceng
b.      Generalisasi
Generalisasi bermaksud rangsangan yang sama akan memberikan tindak balas yang sama. Sebagai contoh, Ali akan menjadi risau setiap kali ujian kimia akan diadakan. Ali juga risau satiap kali ujian biologi dijalankan kerana kedua subjek tersebut mempunyai perkaitan. Jadi kerisauan dalam subjek kimia telah digeneralisasikan kepada satu subjek lain iaitu biologi.
c.       Penghapusan
 Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim yang tidak disertai dengan rangsangan tidak terlazim. Dalam kajian Pavlov, bunyi loceng tidak disertakan dengan ransangan tidak terlazim (daging). Dalam hal ini, lama-kelamaan bunyi loceng tadi tidak akan merangsang anjing tersebut untuk mengeluarkan air liur. Tindak balas akhir akan terhapus.

 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI PAVLOV
Pada teori Pavlov, individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luas dirinya, hal ini sangat membantu dan memudahkan pendidik dalam dunia pendidikaan untuk melakukan pembelajran terhadap peserta didiknya. Hal ini merupakan kelebiahan dari teori Pavlov.
Sedangkan kekurangan teori ini adalah, jika kondisi ini dilakukan secara terus menerus, maka ditakutkan murid akan mamilki rasa ketergantungan atas stimulus yang berasal dari luar dirinya. Padahal seharusnya siswa didik atau anak harus memilki stimulusdari dalam dirinya sendiri (self motivation) dalam melakukan kegiatan belajar dan pemahaman yang diberikan oleh guru
EKSPERIMEN TEORI CLASSICAL CONDITIONING  DARI PAVLOV
Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing. Anjing mengeluarkan air liur apabila diperlihatkan makanan. air liur yang dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng dahulu sebelum makanan diberikan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya membunyikan lonceng saja saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang lonceng adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
APLIKASI TEORI CLASSICAL CONDITIONING DARI PAVLOV DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
a.       Suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya.
b.      Pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya. Ketika siswa dapat menjawab pertanyaan guru memberikan stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus respon atau reaksinya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan pentingnya pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement/penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.
Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
F.     TEORI BELAJAR MENURUT JOHN BROADUS WATSON
Pada tahun 1920 Watson dan asistennya Rosalie Rayner melakukan percobaan yang dinamai little Albert. Hal ini dikarenakan anak yang dijadikan eksperimen bernama Albert. Awal mulanya Watson memilih Albert sebagai 'kelinci percobaan' dikarenakan ibu Albert menerima tawaran uang yang diberikan oleh Watson dan hanya mempunyai pekerjaan menyusui Albert. Albert yang ketika itu berumur 9 bulan menjadi target yang cocok, dan ingin membuktikan bagaimana reaksi anak terhadap sesuatu yang belum pernah ia dapatkan (stimulus), dan objek yang digunakan adalah tikus putih.
Percobaan dimulai dengan menempatkan Albert di atas kasur di atas meja di tengah ruangan. Tikus putih ditempatkan di dekat Albert dan dia diperbolehkan untuk bermain dengan itu. Pada titik ini, anak tidak menunjukkan rasa takut terhadap tikus. Dia mulai menjangkau tikus karena berkeliaran di sekitarnya. Dalam uji selanjutnya, Watson dan Rayner membuat suara keras yaitu bunyi sebuah bar baja ditangguhkan dengan palu di belakang punggungnya Albert. Bunyi tersebut berbunyi pada saat bayi menyentuh tikus. Tidak mengherankan dalam kesempatan ini, Little Albert menangis dan menunjukkan rasa takut saat mendengar kebisingan. Ini adalah contoh 2 rangsangan yaitu suara dan menyentuh tikus. Beberapa hari kemudian, Albert kembali disajikan tikus tanpa suara. Albert menjadi sangat tertekan ketika tikus muncul di ruangan. Dia menangis, berpaling dari tikus, dan mencoba untuk menjauh. Ternyata, bayi laki-laki yang berhubungan dengan tikus putih (stimulus netral asli, stimulus terkondisi sekarang) dengan suara keras (stimulus berkondisi) dan menghasilkan respon takut atau emosional menangis (awalnya respon berkondisi terhadap kebisingan, sekarang respon terkondisi untuk tikus). 
Pandangan Utama Watson
Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned
Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer].
Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.
Konsep dan Teori J.B Watson
Teori conditioning dikembangkan oleh Watson (1970). Setelah mengadakan serangkaian eksperimen, ia menyimpulkan, bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus yang diterima. Menurut Watson, stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati(observable). Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu diketahui.
Menurut Watson, faktor-faktor yang tidak teramati tidak dapat menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Ia lebih memilih untuk untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun tetap mengakui bahwa semua hal itu penting. Dengan hal yang dapat diamati, menurut Watson akan dapat meramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada siswa.
Teori belajar S-R (stimulus – respon) disebut juga dengan koneksionisme menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, namun dalam perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik. Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum.  Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak. Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.
Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang gadis cantik dengan bikininya yang ketat. Dalam dunia aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan diupayakan terjadinya yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau pengajarnya bisa merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.
Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya.
Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu namanya penguatan positif. Contoh penguatan positif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus di sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan datang. Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpa penguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through reinforcemant).
G.    TEORI BELAJAR MENURUT JEAN PIAGET
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya. Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system - sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Menurut Jean Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan system syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan semakin meningkat. Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Konsep Teori J. Piaget
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu:
a.        Intelegensi.
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan secara ketat. Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis. Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
b.         Organisasi.
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
c.         Skema.
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
d.        Asimilasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
e.          Akomodasi.
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.
f.         Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
Implikasi teori kognitif terhadap pembelajaran menurut J. Pieget.
1.    Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.    Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.    Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.    Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.    Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1.    Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2.    Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.    Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4.    Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda
Implikasi Teori Piaget untuk Pendidikan
Para pendidik memandang bahwa teori piaget dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru dalam menusun struktur dan urutan mata pelajaran didalam kurikulum. Hunt mempraktekkan didalam program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan proeperasional misalnya saja belajar menggambar ,mengenal benda dan menghitung.
Seorang guru yang tidakng memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak ini akan cenderung menyulitkan siswa . contohnya mengajarkan konsep –konsep abstrak tentang shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD tanpa adanya usaha untuk mengkonkretkan konsep-konsep tersebut ,tidak hanya sia –sia tetapi justru akan lebih membingungkan siswa .
Tahap-tahap Perkembangan Kognitif menurut Piaget

Periode I




Periode II




Periode III 



Periode IV

Sensorik motorik (sejak lahir – 2 thn) dalam dua tahun pertama kehidupannya bayi dapat memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba, memegang, mengecap, mencium, mendengarkan, dan menggerakkan anggota tubuh.
Tahap pra-operasional (2-7 thn) anak selalu menganadalkan dirinya pada persepsinya tentang realitas sangatlah menonjol dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya.
Tahap Operasi  konkret (7-11 thn )  pada waktu ini pikiran logis anak mulai   berkembang dalam usahanya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada nformasi yang datang dari pancaindra.
Tahap Operasi formal (11 thn – dewasa)  sejaka tahap ini anak sudah amapu berfikir abstrak, yaitu berfikir mengenai ide mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah.


Piaget menjelaskan bahwa perkemabangan skema (skema development)  adalah universal dalam urutannya, artinya semua pembelajar diseluruh dunia memang harus melewati tahap sensori motor sampai kepada tahap operasional fromal. Perbedaan menurut piaget disebabkan oleh empat faktor yaitu:
a.       Kamtangan dari dalam
b.      Pengalaman idividual dalam lingkungan
c.       Transmisi sosial
d.      Pengarahan diri secara internal dan pengaturan diri.
Menurut Piaget belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan unutk melakkan eksperimen dengan objk fisik yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan banyak rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati, dan menemukan memungut berbagai hal dari lingkungan.
Menurut Piaget adanya informsi baru yang diporeleh dari lingkungan kemudian dicocokkan dengan skema pembelajar, hal ini menyebabkan disekuilibrium (ketidak seimbangan) pada struktur kognitif yang disebut konflik kognitif atau disonansi kognitif. Piaget menyatakan bahwa setiap organisasi yang ingin mengadakan adaptasidengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan, antara aktivitas individu terhadap lingkungan, dan aktivitas lingkungan terhadap individu, agar menjadi ekuilibrasi antara individu dengan lingkungan maka peristiwa asimilasi dan peristiwa akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer.


BAB II
BEHAVIORISME, KOGNITIF, KONSTRUKTIVISE

PENGERTIAN BELAJAR
      Setiap manusia dalam kehidupannya tentu melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar dapat dilakukan dimana saja, tidak harus di sekolah sebagai lembaga formal, melainkan bisa juga bersifat informal seperti lembaga-lembaga pendidikan ekstra di luar sekolah, berupa kursus, les privat, bimbingan studi, dan sebagainya. Selain itu, individu juga mengalami pembelajaran di masyarakat, atau di lingkungan dimana ia berinteraksi.
      Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Konsekuensinya, anak-anak yang dianggap pandai adalah anak-anak yang mampu menyebutkan kembali secara lisan sebagai informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru. Ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacam ini, maka kepandaian terlihat pada anak-anak yang memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu, walaupun jika mereka tidak memiliki pengetahuan mengenai arti, hakikat dan tjuan keterampilan tersebut. Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi-persepsi tersebut, marilah kita cermati beberapa definisi dari para ahli berikut:

1.      Belajar Menurut Para Ahli
Pengertian belajar menurut aliran Behaviorisme, yaitu Thorndike, Pavlov, Clark Hull, dan Skinner.
a.       Thorndike dengan teorinya Connecsionisme
Belajar adalah pembentukan asosiasi (hubungan) antara kesan panca indra dengan kecenderungan bertingkah laku. Belajar di sini di kenal dengan trial and eror learning dan mengikuti hukum-hukum tertentu, dan hukum-hukumnya yaitu ada hukum kesiapan, hukum pelatihan, dan hukum akibat.
b.      Pavlov dengan teorinya Classical Conditioning
Ajaran Pavlov adalah proses pembentukan tingkah laku, disebut pula proses persyaratan, artinya tingkah laku individu akan terbentuk dengan pengaturan lingkungan.

c.       Clark Hull dengan teorinya Systematic Behavior
Teori belajar dari Clark Hull berasal dari teori belajar Thorndike dan Clark  Hull mengakui pentingnya reinforcement (penguat) dalam proses belajar tingkah laku. Namun  Hull menambahkan dalam organisasi belajar terdapat banyak faktor penghalang yang dapat mempengaruhi respon dan sesuatu perangsang.
d.      B.F Skinner dengan teorinya Operant Conditioning
Tingkah laku merupakan hasil hubungan antara perangsang dan respon.

Pengertian belajar menurut aliran Kognitif, yaitu Albert, Jerome, dan David.
a.       Albert Bandura dengan teorinya Observational Learning
Belajar observasional yaitu melalui pembelajaran dengan pengamatan orang dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang mereka sendiri belum pernah mengalaminya. Bandura menganggap belajar observasi sebagai proses kognitif karena melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia, seperti bahasa, moralitas, pemikiran, dan regulasi diri perilaku.
b.      Jerome S Bruner dengan teorinya Discovery Learning
Belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan melakukan transformasi informasi secara aktif.
c.       David Ausubel dengan teorinya Reception Learning
Menurut david faktor yang paling penting dalam mempengaruhi belajar adalah apa yang dikeahui siswa. David menyampaikan satu alternatif model pengajaran yang disebut reception learning.

Pengertian belajar menurut aliran Konstruktivisme, yaitu Piaget dan Vygotsky.
a.       John Piaget
Piaget  yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan mempercepat pemahaman.
b.      Vygotsky
Pembelajaran melibatkan perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain. internalisasi ini disebut pengaturan diri atau self-regulation.



Pengertian belajar menurut aliran humanistik, yaitu Arthur Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
a.       Arthur Combs
Combs menyatakan bahwa untuk memahami perilaku oranng lain maka kita harus mencoba memahami dunia dari persepsi orang tersebut. Dari situlah kita dapat belajar untuk mengetahui perilaku orang lain.
b.      Abraham Maslow
Teori belajar Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri manusia terdapat dua hal, yaitu (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
c.       Carl Rogers
Belajar adalah menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk di tolak.

TUJUAN BELAJAR
Belajar merupakan kegiatan penting yanng harus dilakukan setiap orang secara maksimal untuk dapat mengusai atau memperoleh sesuatu. Belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.” Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Belajar adalah suatu usaha. Perubahan yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan sistematis dengan mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, serta dana, panca indra, otak, dan anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan intelegensi, bakat, motivasi, minat, dan sebagainya.
2.      Belajar bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku. Misalnya seorang anak kecil belum memasuki sekolah bertingkah laku manja, egois, cengeng, dan sebagainya. Kemudian setelah beberapa bulan masuk sekolah dasa, tingkah lakunya berubah menjadi anak yang tidak lagi cengeng, lebih mandiri, dan dapat bergaul dengan baik dengan teman-temannya. Hal ini menunjukkan bahwa anak tersebut telah belajar dari lingkungan yang baru.
3.      Belajar bertujuan mengubah kebiasaan, dari yang buruk menjadi baik. Contohnya mengubah kebiasaan merokok menjadi tidak merokok, menghilangkan ketergantungan pada minum-minum keras, atau mengubah kebiasaan anak yang sering keluyuran, dapat dilakukan dengan suatu proses belajar.
4.      Belajar bertujuan untuk mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak hormat menjadi hormat, benci menjadi sayang, dan sebagainya. Misalnya seorang remaja yang tadinya selalu bersikap menentang orang tuanya dapat diubah menjadi lebih hormat dan patuh pada orangtua.
5.      Belajar bertujuan untuk meningkatkan keterampilan atau kecakapan. Misalnya dalam hal olahraga, kesenian, jasa, teknik, pertanian, perikanan, pelayaran, dan sebagianya. Seorang yang terampil main bulu tangkis, bola, tinju, maupun cabang olahraga lainnya sebagian besar ditentukan oleh ketekunan belajar dan latihan yang sungguh-sungguh. Demikian pula halnya dengan keterampilan bermain gitar, piano, menari, melukis, bertukang, membuat barang-barang kerajinan, semua perlu usaha dengan belajar yang serius, rajin dan tekun.
6.      Belajar bertujuan untuk menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. Misalnya seorang anak yang awalnya tidak bisa membaca, emnulis, dan berhitung menjadi bisa karena belajar.
Dari uraian di atas dapat diketahui belajar adalah kegiatan manusia yang sangat penting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar manusia dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup. Dengan kata lain, dengan belajar manusia  dapat memperbaiki nasib, mencapai cita-cita, dan memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk berkarya.

CIRI-CIRI BELAJAR
Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut:
1.      Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu yang belajar akan mengalami perubahan sekurang-kurangnya individu telah merasakan terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Contohnya seorang anak yang mulai bisa menulis akan memiliki kebiasaan baru membuat coretan-coretan tulisan atau huruf-huruf yang ia pelajari.
2.      Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif
Belajar seharusnya membuat seseorang lebih baik ataulebih cakap dalam bekerja. Contohnya jika seseorang belajar komputer, lama kelamaan ia akan semakin mahir dalam menggunakan komputer, misalnya dengan mengetik lebih cepta dan lebih sedikit membuat kesalahan. Perubahan-perubahan itu bertujuan memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak atau semakin intensif usaha belajar itu dilakukan maka akan semakin baik perubahan yang diperoleh.
3.      Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. Misalnya serang anak yang belajar menulis, awalnya hanya mengenal huruf atau abjad, kemudian berkembang menjadi kata, selanjutnya akan berkembang lagi menjadi kalimat, hingga kahirnya ia dapat membuat sebuah karangan. Kemudian kemampuan tersebut masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan usaha belajar yang dilakukan oleh individu tersebut.
4.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Ilmu pengetahuan yanng kita peroleh relatif akan selalu melekat dalam ingatan kita, meskipun pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman. Misalnya jika mula-mula tidak bisa naik sepeda, setelah belajar maka kita bisa naik sepeda, dan hasil dari belajar itu umumnya adalah permanen.
5.      Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi disebkan adanya tujuan yang akan dicapai. Perubahan dalam belajar terarah pada perubahan tingkah laku, yang benar-benar bisa disadari. Contohnya belajar menjahit akan terlihat hasilnya misalnya pada hasil jahitan yang semakin rapi.
6.      Perubahan mencakup seluruh tingkah laku
Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku individu. Misalnya perbuatan, perkataan, sikap, dan kebiasaan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, kita melihat bahwa definisi belajar cenderung menitikberatkan pada usaha tiap individu yang seringkali berkaitan dengan ketekunan, keteguhan hati, dan intensitas belajar itu sendiri.

TEORI-TEORI BELAJAR
Beberapa teori belajar yang akan kita pelajari terbagi dalam beberapa aliran. Aliran-aliran ini berbeda dalam hal penekanan yang diberikan dalam proses belajar. Terdapat tiga aliran besar dalam teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitif, dan humanistisk. Berikut kita akan melihat satu persatu aliran tersebut.


A.    BEHAVIORISME
Aliran behaviorisme menekankan pada perubahan perilaku yang tampak sebagai indikator terjadinya proses belajar. Menurut behavorisme, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan mengendalikan perilaku dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Kajian dalam teori ini adalah benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulasi) dan gerak balas (respon). Misalnya untuk mengubah suasana kelas yang biasanya pasif ketika diberi pertanyaan, maka seorang pendidik atau guru harus mengubah atau memodifikasi stimulusnya; misalnya dengan memberikan hadiah bagi yang bisa menjawab. Pemberian hadiah diharapkan dapat menjadi stimulus yang dapat memunculkan respon yang diharapkan; yaitu meningkatnya keaktifan siswa di kelas.
Berikut ini marilah kita cermati satu persatu beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme ini.
teori pavlov
Teori Pavlov merupakan salah satu bentuk belajar responden. Dalam belajar semacam ini suatu respon dikeluarkan suatu stimulus yang telah dikenal. Dalam teori ini, Pavlov melakukan suatu eksperimen dengan mempelajari proses pencernaan pada anjing. Selama penelitian mengamati perubahan waktu dan tingkat kecepatan pengeluaran air liur dari binatang (anjing) tersebut.
Seekor anjing diberi serbuk daging dan ketika makan keluar air liurnya. Serbuk daging disebut stimulus tidak terkondisi (US) dan tindakan mengeluarkan air liur disebut respon tidak terkondisi (UR). Terjadinya respon terhadap penyajian stimulus ini tidak merupakan belajar tetapi terjadi secara instingtif.
Sekarang lampu kita hidupkan di tempat anjinng itu, menghidupkan lampu mempunyai efek yang minimal terhadap keluarnya air liur. Kemudian kita menyalakan lampu tepat sebelum memberikan serbuk daging itu pada anjing (US). Jika hal ini kita lakukan beberapa kali dan kemudian pada suatu percobaan tanpa memberikan serbuk daging. Kita lihat timbulnya repon mengeluarkan air liur. Cahaya yanng sebelumnya merupakan stimulus yang netral sekarang menjadi stimulus terkondisi/conditioned stimulus (CS) dan respon yang ditimbulkan disebut respon terkondisi/conditioned respon (CR).
      Diagram Teori Belajar Pavlov, sebagai berikut:
1)      S                                              R tidak dipelajari
Makanan                           Saliva
2)      S1                                            Tidak keluar saliva
Bunyi Bel                          S1 bersifat netral
3)      S1 + S                                     R belum terjadi belajar
4)      S1 + S                                     R
Diulang-ulang
5)      S1                                            R = (CR)


Makna belajar telah terjadi perubahan tingkah laku , jadi telah terjadi proses belajar. Anjing tahu bahwa sinyal tertentu sebagai tanda hadirnya makanandan reflek air liur anjing timbul (Keluar saliva anjing tadi). Penjajaran S dan S1 paling baik berjarak setengah detik.
Sekarang, marilah kita lihata penerapan teori Pavlov dalam pembelajaran. Seorang siswa bernama maya pertama kali masuk sekolah guru menerimanya dengan senyuman dan pujian. Belum dua minggu berlalu Maya minta diantarkan ke sekolah lebih pagi sambil berkata pada ibunya bahwa ia akan menjadi guru jika besar nanti. Dari fragmen di atas melukiskan adanya belajar responden dimana senyum dan pujian guru dapat ditafsirkan sebagai stimulus tidak terkondisi. Tindakan guru ini menimbulkan sesuatu dalam diri Maya yaitu suatu perasaan yang menyenangkan yang dapat ditafsirkan sebagai respon tak terkondisi guru dan sekolah yang sebelumnya netral, yaitu stimulus terkondisi, terasosiasi dengan stimulus tak terkondisi dan segera menimbulkan perasaan menyenangkan yang sama.
Dalam situasi yang dikemukakan diatas perilaku berubah sebagai hasil suatu pengalaman. Jadi situasi ini sesuai dengan definisi belajar yang sederhana yang telah dikemukakan terdahulu. Sumbangan Pavlov yang lain dalam belajar adalah teori refleksi bersyarat yang banyak dicoba pada beberapa anak dan fungsinya adalah sebagai berikut:
Ø  Membentuk kebiasaan pada anak agar selalu membiasakan kebersihan, kerapian, kesehatan, kejujuran, dan sebagainya. Pembiasaan itu mudah dan lebih baik dilakukan sejak masih dini, sebab pembiasaan pada anak dewasa lebih sukar, sebab setelah dewasa kebiasaan akan terbentuk dan akan sukar dihapuskan bahkan sering diannggap kodrat.
Ø  Untuk menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan mengurangi rasa takut pada anak-anak. Misalnya anak kecil yang biasanya bangun pagi terlambat/kesiangan dapat dihapus dengan bangun pagi pada jam 05.30.
Ø  Teori persyaratan dapat membentuk sikap-sikap baik terhadap aktivitas belajar pada siswa.
Ø  Teori persyaratan dapat juga dipakai dalam psikoterapi, misalnya untuk menghilangkan rasa takut, malu, penyesuaian yang salah, agresif, tamak dan lain sebagainya.

teori thorndike
Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan maslaah (problem solving). Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Sebagai percobaannya, dengan seekor kucing sebagai subjek percobaannya, lapar sebagai motif, makanan rangsangannya dan keluar kurungan sebagai masalahnya.
Seekor kucing dimasukkan dan dibiarkan lapar tidak diberi makanan sampai beberapa hari. Sementara itu pintu keluar dari kurungan sampai dikunci dengan suatu alat sedemikian rupa sehingga apabila tali pengunci ditarik pintu dapat terbuka. Makanan diletakkan di luar kurungan dimana kucing yang lapar terpaksa harus belajar untuk keluar dengan menarik tali pengikat kunci sehingga mendapat makanan. Dengan bermacam-macam perbuatan akhirnya suatu ketika tali pengikat kunci ditarik sehingga pintu terbuka dan larilah kucing tersebt keluar untuk mendapatkan makanan. Percobaan ini dilakukan berulang-ulang dan ternyata semakin dicoba berulang kali semakin pendek jarak waktu antara peberian masalah dengan pemecahannya.
Diagram Teori Belajar Thorndike, sebagai berikut:
·      Kucing dalam sangkar melihat S berupa daging sebagai hadiah
·      R1, R2, .... R7 adalah si kucing yang mencoba keluar sangkar untuk menerkam daging S tapi gagal.
·      Rn menginjak grendel pintu sangkar secara tidak sengaja maka pintu terbuka dan kucing keluar mencapai S berupa daging dan dimakannya.
Atas dasar percobaan diatasThorndike mengemukakan beberapa hukum belajar. Thorndike membedakan ada 3 hukum pokok dan 6 hukum tambahan. Adapun 3 hukum pokok tersebut antara lain sebagai berikut:
1.    Hukum Kesiapan
Disini ada 3 macam keadaan yang menunjukkan perlakuan Hukum Kesiapan, yaitu:
a.       Apabila pada individu/seseorangada tendensi atau kecenderungan bertindak maka melakukan tindakan tersebut akan menimbulkan kesiapan dan menyebabkan individu tadi tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang lain.
b.      Apabila pada individu ada tendensi bergerak tetapi tidak melakukan tindakan tersebut maka akan menimbulkan rasa tidak puas. Oleh karena itu individu tadi akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasaan tadi.
c.       Apabila individu tidak ada tendensi bertindak, maka melakukan tindakan akan menimbulkan ketidakpuasan. Oleh karena itu individu melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengeliminasi atau menghapus ketidakpuasan tadi.
Implikasi Hukum kesiapan dalam pendidikan adalah :
a.       Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang, dan sebaginya.
b.      Penggunaan tes bakat sangat membantu untuk menyallurkan bakat anak. Sebab mendidik sesuai dengan bakatnya akan lebih lancar dibandingkan dengan bila tidak berbakat.
                                     
2.    Hukum Latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Kurang latihan akan makin melemahkan hubungan S-R. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repitio est mater studiorum atau practice makes perfect. Penggunaan hukum latihan dalam proses belajar mengajar adalah prinsip ulangan, misalnya:
a. Memberi keterampilan kepda para siswa agar sering atau makin banyak menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.
b. Diadakan latihan resitasi dari bahan-bahan yang dipelajari.
c. Diadakan ulangan-ulangan yang teratur dan bahkan dengan ulangan yang ketat atau system drill, ini akan memperkuat hubungan S-R.

3.    Hukum Efek/Akibat
 Hukum efek atau akibat merujuk pada makin kuat atau lemahnya hubungan S-R sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Rumusan tingkat hukum efek adalah bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulang, sebaliknya suatu tindakan yang tidak menyenangkan cenderung untuk ditinggalkan dan tidak diulangi lagi. Jadi hukum efek menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
Implikasi hukum efek dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a.    Buatlah pengalaman, situasi kelas atau kampus sedemikian rupa sehingga menyenangkan bagi para siswa atau mahasiswa, guru, maupun karyawan sekolah. penghuni sekolah merasa puas, aman, dan mereka senang pada tugasnya masing-masing.
b.    Buatlah bahan-bahan pengajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga lebih dapat diterima dan dimengerti.
c.    Tugas-tugas sekolah diatur dengan tahap-tahap kesukarannya sehingga para siswa dapat maju tanpa mengalami kegagalan .
d.   Bahan-bahan pelajaran dan metode pengajaran diberikan dengan variasi agar pengalaman-pengalaman belajar mengajar menjadi segar dan menyenangkan, tidak menjemukan.
e.    Bimbingan, pemberian hadiah, pujian bahkan bila perlu hukuman tentulah akan dapat memberi motivasi proses belajar mengajar.

teori skinner
B.F. Skinner adalah tokoh behviorisme yang mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan Operant Conditioning. Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, kesadaran, maupun ketidaksadaran, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Bagi Skinner, perkembangan adalah perilaku, sehingga untuk mempelajari perkembangan atau perubahan individu cukup dengan melihat pada perubahan tingkah lakunya saja.
Pengkondisian operan adalah suatu bentuk behaviorisme deskriptif, yang berusaha menegakkan hukum tingkah laku melalui studi mengenai balajar secara operan. Belajar secara operan itu sendiri dapat diartikan sebagai belajar dengan menggunakan konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku, sehingga jelaslahbahwa Skinner memandang reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Penemuan Skinner ini menekankan pada hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya. Contoh, apabila tingkah laku individu segera diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan (mendapat pujian, hadiah, dll) maka individu akan menggunakan atau mengulangi tingkah laku itu lagi sesering mungkin.
Apabila konsekuensi menyenangkan akan memperkuat tingkah laku, maka konsekuensinya yang tidak menyenangkan akan mempeelemah tingkah laku. Adapun pembentukan tingkah laku dalam operan conditioning antara lain sebagai berikut:
1.    Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcement bagi tingkah laku yanng dibentuk itu.
2.    Melakukan analisis untuk mengidentifikasi aspek-aspe kecil yang membentuk tingkah laku yang dimasksud. Aspek-aspek tadi durutkan untuk menuju terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
3.    Dengan mempergunakan secara urut aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara, kemudian diidentifikasikan reinforcer untuk masing-masing aspek atau komponen itu.
4.    Melakukan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan aspek-aspek yang telah disusun itu, setelah aspek pertama selesai dilakukan, maka diberikan hadiah atau reinforcer diberikan; hal ini akan mengakibatkan aspek itu sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk dilakukan aspek-aspek kedua dan diberi hadiah, dan terhadap aspek-aspek lain sampai seluruh tingkah laku yang diharapkan akan terbentuk.
Dasar operant conditioning dalam pengajaran adalah untuk memastikan respon terhadap stimuli. Guru berperan penting di kelas, dengan mengontrol langsung kegiatan belajar siswa. Mereka yang harus pertama-pertama menentukan logika yang penting agar menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah dan kemudian memberikan reinforcement segera sesudah siswa merespon. Saran kepada guru, perbaikilah kemampuan untuk memberi penguat pada siswa, misalnya dengan mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa setelah diperiksa dan dinilai sesegera mungkin dan menanyakannya kepada siswa secara teratur dan memuji, memberi hadiahatau reward bagi jawaban yang benar, melihat pekerjaan siswa dan mencoba memperkuat semua tingkah laku yang menghasilkan perkembangan sikap yang baik terhadap belajar.

B.     KOGNITIF
Ahli-ahli teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil dari usaha kita untuk dapat mengerti dunia. Untuk melakukan ini, kita menggunakan semua modalitas mental kita. Misalnya, kita berpikir tentang situasi, sama saja artinya kita berpikir tentang kepercayaan, harapan, dan perasaan kita yang akan mempengaruhi bagaimana dan apa yang kita pelajari. Pandangan ini melihat belajar sebagai sesuatu yang aktif. Mereka berinisiatif mencari pengalaman untuk belajar mencari informasi untuk menyelesaikan masalah, mengatur kembali, dan mengorganisasi apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai pelajaran baru. Meskipun secara pasif dipengaruhi oleh lingkungan, orang akan aktif memilih, memutuskan, mempraktikkan, memperhatikan, mengabaikan, dan membuat banyak respon lain untuk mengejar tujuan. Satu hal paling penting yang mempengaruhi dalam proses ini adalah apa yang individu pikirkan dalam situasi belajar. Ahli-ahli psikologi kognitf menjadi lebih berminat dalam peranan pengetahuan dalam belajar. Apa yang telah kita ketahui menentukan seberapa luasnya apa yang akan kita pelajari, yang kita ingat, dan yang kita lupakan.
Berikut ini marilah kita cermati satu persatu beberapa tokoh besar dalam aliran kognitif ini.
a.    teori observational learning (albert bandura)
Teori dari Albert Bandura merupakan perluasan wawasan teori kognitif sosial dimana proses-proses kognitif tersebut tidak dapat diamati secara langsung, seperti harapan, pikiran, dan keyakinan. Bandura membedakan perolehan pengetahuan (belajar) dan kinerja yang teramati berdasarkan pengetauan tersebut (perilaku). Oleh karena itu, dalam teori kognitif sosial, faktor internal dan eksternal sangat penting. Segala sesuatu yanng terjadi di lingkungan sekitar disebut faktor pribadi seperti berfikir dan motivasi, sementara perilaku dipandang saling berinteraksi, masing-masing faktor saling mempengaruhi dalam proses pembelajaran. Bandura menamakan interaksi ini sebagai kekuatan reciprocal determinism.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan atau observaonal learning. Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang diamati orang lain atau vicarious conditioning. Ini terjadi apabila seorang siswa melihat siswa lain dipuji atau ditegur karena melakukan perbuatan teretntu dan kemudian siswa lain melihat hal itu memodifikasi perilakunya seolah-olah ia sendiri yang telah menerima pujian atau teguran itu.
Kedua, jenis pembelajaran yang melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamatan itusedang memperhatikan. Model tidak harus diperankan secara langsung tetapi dapat menggunakan seorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.
Menurut Bandura (1986) ada empat elemen pembelajaran, yakni:
a.       Atensi, seseorang harus menaruh perhatian (atensi) supaya dapat belajar melalui pengamatan. Seseorang khusus menaruh perhatian kepada orang yang menarik, popular, kompeten atau dikagumi.
b.      Retensi, agar dapat meniru perilaku suatu model seorang siswa harus mengingat perilaku itu. Pada fase retensi teori pembelajaran melalui pengamatan ini, latihan sangat membantu siswa untuk mengingat elemen-elemen perilaku yang dikehendaki sebagai misal urutan langkah-langkah suatu pekerjaan.
c.       Produksi, suatu proses pembelajaran dengan memberikan latihan-latihan agar membantu siswa lancar dan ahli dalam menguasai materi pelajaran. Pada fase ini dapat mempengaruhi terhadap motifasi siswa dalam menunjukkan kinerjanya.
d.      Motivasi dan penguatan. Suatu cara agar mendapat mendorong kinerja dan mempertahankan tetap dilakukannya keterampilan yang baru diperoleh dengan memberikan penguatan (bisa berupaya nilai dan penghargaan/insentif)
Melalui pembelajaran dengan pengamatan orang dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang mereka sendir belum pernah mengalaminya.

b.   teori discovery learning (jerome s. bruner)
Jerome S.Bruner adalah seoarng ahli perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, dimana manusia dipandang sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner, yang pentang ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan melakukan transformasi informasi secara aktif. Menurut Bruner inilah inti dari belajar. Oleh karena itu, Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.     
Empat tema tentang Pendidikan, yaitu :
(1)     Struktur Pengetahuan
Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu sebab dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk melihat bagaimana faktor-faktor yang kelihatannya tidak ada hubungannya dapat dihubungkan satu degan lainnya, juga dapat informasi yang telah mereka miliki.
·         Kesiapan
Kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang memungkinkan seseorang untuk mencapai yang lebih tinggi.
·         Intuisi
Intuisi adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentang tanpa melalui langkah-langkah analisis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang salah atau tidak.
·         Motivasi
Motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-carayang tersedia pada guru untuk merangsang motivasi itu. Pengalaman-pengalaman dimana para siswa berpatisipasi secara aktif dalam menghadapi lingkungannya.

(2)     Modal dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi (Rosser, 1984). Asumsi Pertama, ialah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan para penganut teori perilaku, Bruner yakin bahwa orang berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, maka perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam orang itu sendiri. Asumsi Kedua, bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang telah diperoleh sebelumnya.
Selanjtnya yang penting menurut Bruner adalah bahwa kategorisasi dapat membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi dari informasi yang diberikan. Ringkasan Bruner beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean (coding).

(3)     Belajar sebagai proses kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan ketiga proses itu adalah memperoleh inforasi baru, transformasi informasi, menguji relevansi dan keterampilan pengetahuan.
Bruner menyebutkan pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip. Prinsip Pertama yaitu bahwa pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya, dan Prinsip Kedua, menyatakan bahwa model-model semacam itu mulai diadopsi oleh kebudayaan sesorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkkutan.

(4)     Discovery Learning (Belajar Penemuan)
Menurut Bruner, belajar bermakna bahwa dapat terjadi melalui belajar penemuan dapat bertahan lama, serta mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan-kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Dalam penerapan belajar penemuan, tujuan-tujuan pengajar hanya dapat dirumuskan secara garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Peran pendidik atau guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah, selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara penyajian (enaktif, ekonik, simbolik).

c.       teori reception learning (david ausubel)
David Ausubel mengkritik discovery learning Bruner. Menurut Ausubel, siswa-siswa tidak selalutahu apa yang penting atau relevan, dan banyak siswa membutuhkan motivasi eksternal dalam melakukan tugas-tugas kognitif yang diperlukan untuk belajar apa yang diajarkan di sekolah.
Walaupun peranan guru sangat berbeda dalam discovery learning dan reception learning, tetapi keduanya memiliki persamaan pokok. Pertama, keduanya menganjurkan siswa agar aktif terlibat dalam proses belajar. Kedua, mereka menekankan cara membawa pengetahuan siswa yang telah ada sebelumnya untuk digabungkan dengan pelajaran baru. Ketiga, keduanya mengasumsikan bahwa pengetahuan, suatu ketika secara perlahan dan terus menerus akan berubah di dalam pikiran siswa.
1.    Bentuk
Secara sederhana, siswa tidak cukup hanya diajari bagaimana strategi dalam menghadapi suatu masalah; siswa harus diajari pula bagaimana meonitori diri mereka sendiri dalam menilai dan menguji siswa untuk melihat apakah mereka menetapkan strategi baru. Pendekatan dari Ausubel adalah apa yang disebut expository teaching, yaitu pengajaran yang sistematis dengan penyampaian informasi yang bermakna.
2.    Prinsip
Berkaitan denngan penerapan expository dalam pengajaran, ada sejumlah hal-hal praktis yang berpusat pada pengajaran expository. Contohnya, semua informasi yang baru datang harus diintegrasikan ke dalam ilmu pengetahuan yang telah dipunyai siswa sebelumnya jika informasi ini penting. Untuk memenuhi syarat ini, materi pelajaran harus diorganisasi sehingga ide-ide umum disampaikan sebelum fakta dan rincian khusus.
3.    Metode
Expository teaching berisi tiga tahap penyampaian pelajaran, yaitu:
ü Fase Pertama, adalah presentation of advance oragnizer. Strategi Ausubel selalui dimulai dengan advance organizer, yaitu suatu pernyataan dengan memperkenalkan konsep tingkat tinggi yang cukup luas untuk mencakup informasi yang akan mengikuti.
ü Fase Kedua, adalah presentation of learning task or material. Pada fse ini, materi baru disampaikan denngan memberikan ceramah, diskusi film atau memberikan tugas kepada siswa. Ausubel menekankan kebutuhan untuk mempertahankan perhatian siswa sama baiknya dengan kebutuhan dalam mengorganisasi materi pelajaran secara jelas untuk berhubungan dengan susunan yang telah direncanakan dalam advance organizer.
ü Fase Ketiga, adalah strengthening cognitive organization. Fase ini menyarankan agar guru mencoba menggabungkan informasi baru ke dalam susunan pelajaran yang sudah direncanakan untuk pelajaran permulaan dengan mengingatkan siswa bagaimana setiap rincian khusus ynag  berhubungan dengan konsep yang lebih besar. Siswa juga ditanya apakah mereka mengerti pelajaran yang disampaikan oleh guru dan dapat menghubungkan pelajaran tersebut dengan pengetahuan mereka yang telah ada sebelumnya, serta menghubungkannya dengan organisasi yang ada di advance organizer.
4.    Aplikasi Pembelajaran
Ausubel menyarankan agar para pendidik atau guru sebaiknya menggunakan suatu pendekatan deduktif. Dengan kata lain, mereka harus mengenakan satu topik dengan konsep-konsep umum; kemudian perlahan-lahan menyampaikan contoh-contoh yang lebih khusus dan selalu harus ada mata rantai antara apa yang diketahui siswa dan informasi baru.

C.  KONSTRUKTIVISME
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsep-konsep yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Oiaget dan Vigotsky juga menekankan pada hakekat sosial dan proses belajar dan keduanya menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar denngan kemampuan anggota-anggota yang berbeda untuk mengupayakan perubahan konseptual.
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa siswa terus menerus memeriksa informasi-informasi baru berlawanan dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Pandangan ini mempunyai implikasi yang mendalam dalam pengajaran, sebab teori ini menganjurkan peranan yang lebih aktif pada siswa dalam pembelajaran mereka sendiri. Di dalam kelas yang sedemikian, maka peran guru adalah menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan/memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.



DAFTAR PUSTAKA
Fadli.2010. Dalam http://fadlibae.wordpress.com/2010/03/24/teori-belajar-behavioristik-john-watson-1878-1958/ diakses pada tanggal 6 November 2014 pukul 10.12 WIB.
Hergenhahn B.R & Olson Matthew H. (2012). Theories Of Learnig Edisi 7. Jakarta: Pranada Media Group.
Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto. 2011. Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara.2014.Teori Belajar dan Pembelajaran.Bogor:Ghalia Indonesia.
W.H., Wasy. (2013). Teori Belajar Behaviorisme Clark (online), diakses dari (http://wacywhbiotp.blogspot.com/2013/03/teori-belajar-behaviorisme-clark.html pada tanggal 21 Maret 2014 pukul 17.13).
Winarto, Joko, 2009. Teori B.F. Skinner. (http://Made82math.wordpress.com), diakses pada tanggal 1 November 2014.
Winkel. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.